Hukum Khitan Dengan Laser
الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ فِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنَا أَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ
“Terapi pengobatan itu ada tiga cara, yaitu; berbekam, minum madu
dan kay (menempelkan besi panas pada daerah yang terluka), sedangkan
aku melarang ummatku berobat dengan kay. (HR Bukhari )
Akhir-akhir ini banyak kalangan yang menanyakan hukum khitan dengan
laser, ada sebagian yang mengharamkannya, dan ada sebagian yang
membolehkannya. Bagaimana sebenarnya hukum Islam dalam masalah ini ?
Pengertian Laser.
Laser atau Light Amplification By Stimulated Emission Of Radiation adalah sinar yang disokong oleh tenaga atom ( Dahlan Al Barri, Kamus Ilmiyah Populer, Arloka Surabaya, hlm : 401).
Sebagian ahli mengatakan bahwa Laser adalah sebuah alat yang
menggunakan efek mekanika
kuantum, pancaran ter-stimulasi, untuk
menghasilkan sebuah cahaya yang koheren dari medium “lasing” yang
dikontrol kemurnian, ukuran, dan bentuknya. Laser itu merupakan sinar
panas yang dihasilkan dari loncatan atom akibat stimulasi energi dari
radiasi listrik. Cahaya panas ini bisa digunakan untuk memotong kulit
dan jaringan, menghancurkan pigmen warna kulit, dan pengobatan lainnya
dalam dunia kedokteran dengan risiko pendarahan minimal dan waktu
penyembuhan cepat.
Menurut para ahli bahwa sebenarnya layanan-layanan khitan laser yang
banyak ditawarkan dewasa ini sesungguhnya tidak menggunakan alat operasi
laser, tetapi hanya menggunakan alat pemotong listrik bertegangan
tinggi (seperti solder) atau dalam istilah medis dinamakan
Elektrocautery , yang kemudian dipahami secara keliru sebagai khitan
laser.
Adapun media panas yang digunakan untuk memotong jaringan kulit/kulup
bukanlah panas dari cahaya, tapi panas yang berasal dari elemen logam.
Alat seperti ini digolongkan sebagai Low Frequent Electro Cauter (LFEC)
dan tidak memiliki standarisasi keamanan secara medis, bahkan cara
kerjanya mirip seperti setrika.
Operasi khitan dengan alat pemotong listrik ini tidak dianjurkan,
karena selain penyembuhan lebih lama dan buruk, juga bisa menimbulkan
jaringan parut yang lebih banyak pada bekas luka. Penggunaan LFEC dalam
operasi dapat memproduksi efek luka bakar yang luas dan dalam pada
jaringan kulit. Luka bakarnya bisa sampai 0,5 cm. Semua jaringan dan
pembuluh darah akan terbakar dalam dan luas. Kalaupun khitan (
sirkumsisi) dilakukan dengan benar, scar (kulit abnormal) yang
ditimbulkan akan berbekas berupa geratan permanen atau membuat kulit
keriput. (kamusarea.blogspot.com)
Hukum Khitan dengan menggunakan electro cauter ( alat pemotong listrik )
Jika telah terbukti bahwa khitan yang selama ini dianggap menggunakan
laser ternyata menggunakan elektro cauter, maka pertanyaan selanjutnya
adalah bagaimana hukum khitan dengan menggunakan alat tersebut ? Padahal
Rasulullah saw melarang seseorang berobat dengan menggunakan al Kay (
besi panas ).
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita sebutkan terlebih dahulu
hadist-hadist yang berkenaan dengan masalah ini, diantaranya adalah
sebagai berikut :
Pertama : Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, dari Nabi saw. Bersabda :
Pertama : Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, dari Nabi saw. Bersabda :
الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ فِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنَا أَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ
“Terapi pengobatan itu ada tiga cara, yaitu; berbekam, minum madu
dan kay (menempelkan besi panas pada daerah yang terluka), sedangkan
aku melarang ummatku berobat dengan kay. (HR Bukhari, no : 5680 ).
Kedua : Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. Bersabda :
إِنْ كَانَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ أَوْ يَكُونُ فِي شَيْءٍ
مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ خَيْرٌ فَفِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ
أَوْ لَذْعَةٍ بِنَار وَمَا أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِيَ
“Apabila ada kebaikan dalam pengobatan yang kalian lakukan, maka
kebaikan itu ada pada berbekam, minum madu, dan sengatan api panas
(terapi dengan menempelkan besi panas di daerah yang luka) dan saya
tidak menyukai kay “ (HR Bukhari, no : 5704 dan Muslim, no : 2205).
Ketiga : Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, bahwasanya ia berkata :
رُمِي سعد بن معاذ في أَكْحَلِه فحَسَمَه رسولُ الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ بيده بمِشْقَص، ثم وَرِمَتْ فحَسَمَه الثانية
“ Sa’ad bin Mu’adz pernah kena bidikan panah di urat tangannya,
kemudian Rasulullah saw membedahnya dengan tombak yang dipanasi dengan
api, setelah itu luka-luka itu membengkak, kemudian dibedahnya lagi “ ( HR Muslim )
Keempat : Dari Jabir bin Abdullah ra, bahwasanya ia berkata :
أن النبيَّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ بعث إلى أُبَيّ بن كعب طبيبًا، فقطع منه عِرْقًا، ثم كواه عليه
Bahwasanya Rasulullah saw, pernah mengirim seorang tabib kepada
Ubay bin Ka'ab. Kemudian tabib tersebut membedah uratnya dan
menyundutnya dengan al kay ( besi panas ) “ ( HR Muslim, no : 4088 )
Para ulama menyebutkan bahwa sebenarnya hadist-hadits diatas tidak
menunjukkan keharaman berobat dengan alkay ( besi panas ) tetapi hanya
menunjukan kemakruhan, jika ada obat lain, atau karena di dalam al kay
mengandung penyiksaan terhadap dirinya. ( Salim bin ‘Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Pustaka Imam Syafi’i, 2006, 3/202-204.)
Berkata al Hafidh Ibu Hajar : “ Kesimpulan dari penggabungan
( hadist-hadist di atas ) bahwa perbuataan Rasulullah saw menunjukkan
kebolehan ( menggunakan al kay ), adapun beliau meninggalkannya, dan
memuji siapa saja yang meninggalkannya, maka tidaklah menunjukkan
larangan, tetapi hanya menunjukkan bahwa meninggalkan hal tersebut lebih
baik dari pada menggunakannya.
Adapun larangan belliau untuk menggunakan al kay, kemungkinan
diterapkan jika ada pilihan lain, dan hanya bersifat makruh. Ataupun
pada penyakit-penyakit yang memang bisa disembuhkan dengan cara lain.
Wallahu A’lam “ ( Fathul Bari, Kairo, Dar ar Royan,1987 M : 10/ 164 )
Perkataan Ibnu Hajar di atas dikuatkan oleh Ibnu Ibnu Qayyim, beliau
menulis : “ Hadist-hadist al-Kay di atas mengandung empat hal : yang
pertama bahwa Rasulullah saw menggunakan al-Kay, yang kedua : beliau
tidak menyukainya, yang ketiga : memuji orang yang bisa meninggalkannya,
keempat : larangan beliau terhadap penggunaan al-Kay. Keempat hal
tersebut tidaklah bertentangan satu dengan yang lainnya- segala puji
bagi Allah- .
Adapun perbuataannya menggunakan al Kay menunjukkan kebolehannya,
sedangkan ketidaksenangan beliau tidak menunjukkan larangan, adapaun
pujian beliau kepada orang yang meninggalkannya menunjukkan bahwa
meninggalkan pengobatan dengan al Kay adalah lebih baik, sedangkan
larangan beliau itu berlaku jika memang ada pilihan lain, atau maksudnya
makruh, atau menggunakannya untuk hal-hal yang tidak diperlukan,
seperti takut terjadi sesuatu penyakit pada dirinya. “ ( Zaad al Ma’ad, Beirut, Muassasah al Risalah, : 4/ 65-66 )
Apakah Pengobatan al Kay menafikan rasa Tawakal ?
Diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah r.a, dari Nabi saw. beliau bersabda :
مَنْ اكْتَوَى أَوْ اسْتَرْقَى فَقَدْ بَرِئَ مِنْ التَّوَكُّلِ
“Barangsiapa melakukan pengobatan dengan cara kay atau meminta untuk diruqyah berarti ia tidak bertawakal,” (Shahih, HR at-Tirmidzi, no : 2055 dan Ibnu Majah, no : 3489).
Sebagian orang, salah di dalam memahami hadist di atas dan menyatakan
bahwa pengobatan dengan al kay hukumnya haram, karena menafikan rasa
tawakal kepada Allah swt.
Ibnu Qutaibah telah menjawab pernyataan di atas dan menjelaskan bahwa al Kay ada dua bentuk :
Bentuk yang pertama: adalah al Kay untuk orang-orang
yang sehat, supaya tidak terkena sakit, sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang al ‘Ajam ( non Arab ), mereka seringkali mengobati
anak-anak dan para pemuda mereka dengan metode al Kay, padahal mereka
dalam keadaan sehat. Mereka menganggap bahwa cara seperti itu bisa
menjaga kesehatan mereka dan menjauhi dari berbagai penyakit. Begitu
juga orang-orang Arab pada masa jahiliyah mengikuti cara seperti itu,
bahkan mereka menerapkannya pada unta-unta mereka jika terjadi wabah
penyakit . Inilah bentuk al Kay yang dilarang oleh Rasulullah saw
karena menafikan tawakal kepada Allah swt. Karena menganggap bahwa
dengan menyandarkan kepada kekuatan api, mereka tidak akan terkena
sakit.
Bentuk Kedua : adalah pengobatan dengan metode al
Kay jika ada yang terluka pada salah satu anggota badan, atau terjadi
pendarahan yang luar biasa dan hal-hal yang sejenis. Al Kay seperti
inilah yang berpotensi untuk bisa menyembuhkan, dengan izin Allah. Sebab
Rasulullah sendiri pernah mengobati dengan cara al Kay terhadap As’ad
bin Zurarah di lehernya ( HR Tirmidzi ) . ( lihat Ta’wil Mukhtalafal al Hadits, 329 )
Kesimpulan :
Dari penjelasan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa khitan dengan
menggunakan Elektro Cauter hukumnya makruh. Hal itu berdasarkan dua hal :
Pertama : menurut keterangan para ulama berdasarkan
hadist-hadist di atas bahwa operasi dengan menggunakan besi panas
tidaklah dianjurkan, jika ada pengobatan dengan alternatif lain. Padahal
kita ketahui, khitan masih bisa dilakukan dengan menggunakan pisau
atau gunting dengan cara manual.
Kedua : Selain itu, menurut pandangan medis bahwa
khitan dengan Elektro Cauter banyak membawa efek negatif pada kesehatan
kulit, sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Wallahu A’lam
Jakarta, 17 Ramadhan 1431 M/ 28 Agustus 2010 M (Dr. Ahmad Zain An Najah, MA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar