I'TIKAF (Tanya Jawab Tentang Shaum)
Pada sepuluh malam terakhir, 
orang-orang banyak bermalam di masjid katanya untuk iktikaf. Apa 
sebenarnya keutamaan iktikaf itu?
Jawaban :
Pertama: Membersihkan diri dari dampak 
negatif pergaulan yang terlalu berlebihan. Sebagaimana kita ketahui 
bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Dia 
harus bergaul dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan 
hidupnya. Kadang dalam pergaulan tersebut terjadi dosa atau kesalahan 
yang membuat hati kita menjadi kotor.
Dengan iktikaf, seorang hamba berusaha 
membersihkan hatinya dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan 
menjauhkan diri dari pergaulan manusia  yang selama ini membuat hatinya 
kotor. Karena pergaulan yang melampaui batas akibat merusak hati 
manusia.
Sebagaimana makan dan minum, kalau dilakukan
 sesuai dengan kadarnya maka akan bermanfaat, tetapi jika berlebihan dan
 melampaui batas, akan membawa mudharat bagi tubuh kita. Untuk 
mengurangi mudharat dari makan dan minum yang berlebihan, diwajibkan 
untuk berpuasa pada bulan Ramadhan dan untuk mengurangi mudharat dari 
pergaulan yang berlebihan maka disunnahkan beriktikaf pada waktu-waktu 
tertentu.
Kedua: Iktikaf juga menjaga hati seseorang 
dari dampak negatif yang timbul dari banyak bicara. Seseorang yang 
banyak bicara, otomatis akan banyak salahnya. Apalagi yang dibicarakan 
adalah hal-hal yang kurang bermanfaat.
Makanya, dengan iktikaf seseorang akan 
terjaga dari mudharat tersebut. Karena dalam iktikaf seseorang 
disunnahkan untuk banyak berdzikir, membaca Al-Qur'an dan melakukan 
shalat-shalat sunnah. Tidak ada waktu yang tersedia untuk banyak bicara,
 apalagi kalau dia iktikaf sendiri di masjid. Iktikaf seperti ini akan 
membersihkan hati, karena waktu-waktunya hanya diisi dengan bermunajat 
kepada Allah swt.
Ketiga:  Iktikaf menghindarkan diri dari 
dampak negatif terlalu banyak tidur.
Orang yang iktikaf di masjid tentu tujuannya
 untuk beribadah kepada Allah SWT dengan memperbanyak zikir, membaca Al 
Qur'an, dan shalat, sehingga waktu tidurnya menjadi sedikit. Dengan 
demikian hatinya akan menjadi bersih.
Keempat: Iktikaf akan menjaga puasa dari 
hal-hal yang merusaknya. Biasanya orang yang melakukan iktikaf dibarengi
 dengan puasa, sebagaimana yang dilakukan banyak orang pada sepuluh 
akhir dari bulan Ramadhan. Dengan berdiam di masjid selama iktikaf, 
seseorang akan lebih terhindar dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa 
di banding orang yang tidak iktikaf.
Kelima: Dengan iktikaf seseorang bisa 
mendapatkan "Lailatul Qadar."
Inilah salah satu tujuan utama dari iktikaf.
 Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw pertama kali iktikaf sebulan penuh. 
Bahkan beliau pernah beriktikaf selama 20 hari. Itu semua untuk meraih 
Lailatul Qadar. Ketika beliau mengetahui bahwa Lailatul Qadar berada di 
sepuluh terakhir bulan Ramadhan, beliau beriktikaf pada sepuluh akhir 
Ramadhan saja.
Saya pernah ikut iktikaf yang 
diisi dengan ceramah / taushiyah rutin. Bagaimana hukumnya?
Jawaban :
Sebenarnya tujuan dari iktikaf adalah 
membersihkan hati dari mudharat  yang muncul akibat terlalu berlebihan 
dalam makan, minum, tidur, bicara, dan bergaul dengan manusia dengan 
cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperbanyak dzikir, berdoa 
membaca Al-Qur'an serta shalat sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Oleh karenanya, ceramah dan tausyiah rutin 
adalah kegiatan tambahan dalam iktikaf dan materinya berhubungan dengan 
pembersihan hati dan mendukung tujuan iktikaf itu sendiri, hal ini 
dibolehkan. Dianjurkan tausiyah dan ceramah seperti ini tidak menjadi 
agenda utama dalam iktikaf, tapi sekadar untuk mendukung saja. Wallahu 
A'lam
Dewasa ini berkembang “tren” 
baru dalam iktikaf. Seseorang cukup beriktikaf malam hari selama 10 hari
 terakhir. Sementara siang harinya ia bekerja sebagaimana biasa. 
Bagaimana hukumnya? Apakah ia berhak mendapatkan pahala iktikaf?
Jawaban :
Insya Allah mereka mendapatkan pahala 
iktikaf sesuai dengan niat mereka. “Tren” seperti ini patut kita syukuri
 karena mereka menggabungkan dua kewajiban; bekerja mencari nafkah dan 
sunnah iktikaf.  Orang- orang seperti ini jauh lebih baik dari pada 
mereka yang meninggalkan kewajiban mencari nafkah atau 
kewajiban-kewajiban lainnya “hanya” untuk mengejar I’tikaf yang hukumnya
 sunnah.
Hal ini lebih baik juga dari orang-orang 
yang hanya melakukan kewajiban mencari nafkah saja pada bulan Ramadhan 
dan tidak melakukan iktikaf sama sekali. Namun, bila kebutuhan nafkah 
sudah tersedia dan pekerjaan dapat ditinggalkan, menetap di masjid siang
 malam selama sepuluh hari terakhir adalah jauh lebih baik dan sesuai 
dengan yang dicontohkan oleh Nabi saw. Wallahu Alam.
Di Copy dari Situs Dr. Ahmad Zain An Najah, MA 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar