HUKUM MENGGUNAKAN KAWAT BEHEL DAN GIGI PALSU
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ 
وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ 
وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
"Allah telah mengutuk orang-orang 
yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang 
mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan 
orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan
 Allah." 
(HR. Muslim)
            Seiring 
dengan perkembangan teknologi, gaya hidup manusia juga ikut berkembang 
dan berubah. Salah satu gaya hidup yang digandrungi manusia adalah 
merubah gigi mereka agar lebih cantik dan lebih indah, maka munculah 
kawat behel yang digunakan untuk merapikan gigi, ada gigi yang terbuat 
dari emas atau kuningan untuk mengganti gigi yang tanggal, ada juga alat
 untuk mengikir gigi agar lebih tipis dan lain-lainnya.
            Fenomena di atas menarik 
perhatian sebagian kaum muslimin yang mempunyai kepedulian terhadap 
hukum halal dan haram. Banyak dari mereka yang menanyakan status 
hukumnya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karenanya, perlu ada 
penjelasan terhadap masalah-masalah tersebut. Untuk mempermudah 
pemahaman, pembahasan ini akan dibagi menjadi beberapa  masalah : 
Hukum Menggunakan Kawat Behel 
              Banyak jama’ah pengajian 
yang menanyakan hukum  menggunakan kawat behel, boleh atau tidak menurut
 pandangan Islam ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu
 dirinci terlebih dahulu :
Pertama : Jika 
seseorang mempunyai gigi atas yang letaknya agak ke depan, atau menurut 
istilah orang Jawa “gigi moncong“ atau “gigi mrongos“,  yang kadang 
sampai tingkat tidak wajar sehingga mukanya menyeramkan, maka hal ini 
dikatagorikan gigi yang cacat, oleh karenanya boleh diobati dengan cara 
apapun, termasuk menggunakan kawat behel agar giginya menjadi rata 
kembali. Ini berdasarkan  sabda  Rasulullah shallallahu ‘alaihi 
wassalam  :
يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا فَإِنَّ 
اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً أَوْ قَالَ دَوَاءً 
إِلَّا دَاءً وَاحِدًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ قَالَ 
الْهَرَمُ
“Wahai sekalian hamba Allah, 
berobatlah sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit melainkan
 menciptakan juga obat untuknya kecuali satu penyakit." Mereka bertanya,
 "Penyakit apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu 
penyakit tua (pikun). “ (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan 
Ahmad. Berkata Tirmidzi : Hadits ini Hasan Shahih).
Di dalam hadits di atas diterangkan 
bahwa Allah melaknat orang yang merubah gigi dengan tujuan agar giginya 
lebih indah dan lebih cantik.  Berkata Imam Nawawi  menerangkan hadist 
di atas : 
 “Maksud (al-Mutafalijat) dalam
 hadist di atas adalah mengikir antara gigi-gigi geraham dan depan. Kata
 (al-falaj) artinya renggang antara gigi geraham dengan gigi 
depan.  Ini sering dilakukan oleh orang-orang yang sudah tua atau yang 
seumur dengan mereka agar mereka nampak lebih muda dan agar giginya 
lebih indah.
Renggang antara gigi ini memang terlihat
 pada gigi-gigi anak perempuan yang masih kecil, makanya jika seseorang 
sudah mulai berumur dan menjadi tua, dia mengikis giginya agar kelihatan
 lebih indah dan lebih muda. Perbuatan seperti ini haram untuk 
dilakukan, ini berlaku untuk pelakunya (dokternya) dan pasiennya 
berdasarkan hadist-hadist yang ada, dan ini merupakan bentuk merubah 
ciptaan Allah serta bentuk manipulasi dan penipuan. “ [1]
Kedua : Jika gigi 
seseorang kurang teratur, tetapi masih dalam batas yang wajar, tidak 
menakutkan orang, dan bukan suatu cacat atau sesuatu yang tidak  
memalukan, serta pemakaian kawat behel dalam hal ini hanya sekedar untuk
 keindahan saja, maka hukum pemakaian kawat behel tersebut tidak boleh 
karena termasuk dalam katagori merubah ciptaan Allah suhbanahu wata’ala.
Dalilnya adalah hadist Abdullah bin 
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya nabi Muhammad shallallahu
 ‘alaihi wassalam bersabda :
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ 
وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ 
وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
"Allah telah mengutuk orang-orang 
yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang 
mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan 
orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan
 Allah." (HR. Muslim)
Hukum Memakai Gigi Palsu 
Jika seseorang giginya lepas, boleh 
nggak diganti dengan gigi palsu? Apakah mengganti gigi dengan gigi palsu
 termasuk merubah ciptaan Allah? 
Jawaban : Seseorang 
yang mempunyai gigi, kemudian gigi tersebut lepas, karena kecelakaan, 
atau dipukul oleh orang lain, atau terbentur benda keras, atau karena 
sebab lain, maka dibolehkan baginya untuk menggantinya dengan gigi 
palsu. Karena ini termasuk dalam pengobatan. 
Memakai gigi palsu untuk mengganti gigi 
yang asli yang lepas atau rusak, bukanlah termasuk merubah ciptaan 
Allah, tetapi termasuk pengobatan.
 Ini dikuatkan dengan Fatwa Lajnah 
Daimah : 25/ 16, no : 21104, yang berbunyi :
 لَا بَأسَ بِعِلَاجِ الأَسنَانِ 
المُصَابَةِ أَو المعِيبَةِ  بِمَا يُزِيلُ ضَرَرَهَا أَو خَلعهَا ، وَجَعل
 أَسنَانِ صِنَاعِية فيِ مَكَانِهَا إذَا احتِيجَ إلى ذلك ؛ لأَنّ هَذَا 
مِن العلَاج المُبَاحِ لِإِزَالةِ الضَرَرِ
- Hal ini termasuk bagian pengobatan yang dibolehkan untuk menghilangkan bahaya yang timbul.”
 
Berkata Syekh Sholeh Munajid :
تَركِيبُ أَسنَانٍ صِنَاعِيةٍ مَكَانَ 
الأَسنَانِ المَنزُوعَةِ لِمَرَضٍ أَو تَلَفٍ أَمرٌ مُبَاح لَا حَرَج فِي 
فِعلِهِ ، وَلَا نَعلَمُ أَحَدًاً مِن أَهلِ العِلمِ يَمنَعُهُ ، وَلَا 
فَرقَ بَينَ أَن تثبت الأَسنَان فَي الفَمِّ أَو لَا تثبت ، وَيَفعَلُ 
المَرِيضُ الأَصلَحُ لَه بِمَشُورَة طَبِيبٍ مُختِص .
            “Memasang 
gigi buatan sebagai pengganti gigi yang dicabut karena sakit atau karena
 rusak, adalah sesuatu yang dibolehkan tidak apa-apa untuk dilakukan. 
Kami tidak mengetahui seorangpun dari ulama yang melarangnya.  Kebolehan
 ini berlaku secara umum, tidak dibedakan apakah gigi itu dipasang 
permananen atau tidak, yang penting bagi pasien memilih yang sesuai 
dengan keadaannya setelah meminta pendapat kepada dokter spesialis. “ [2]
Gigi Palsu Dari Emas dan Perak 
Di atas sudah diterangkan kebolehan 
memasang gigi palsu untuk mengobati penyakit, atau mengganti giginya 
yang rusak. Pertanyaannya adalah bagaimana hukum menggunakan gigi palsu 
dari emas atau perak ?
Jawabannya harus 
dirinci terlebih dahulu : Jika yang memasang gigi palsu adalah 
perempuan, maka hal itu dibolehkan karena perempuan dibolehkan untuk 
menggunakan emas. Tetapi jika yang menggunakan gigi palsu itu adalah 
laki-laki, maka hal itu tidak bisa dilepas dari dua keadaan :
Pertama : Dalam keadaan
 normal, dan tidak darurat, artinya dia bisa menggunakan gigi palsu dari
 bahan akrilik dan porselen selain emas dan perak, maka dalam hal ini 
memakai gigi palsu dari emas dan perak hukum haram.
Kedua : Dalam keadaan 
darurat dan membutuhkan, seperti dia tidak mendapatkan kecuali gigi 
palsu yang terbuat dari emas atau perak, atau tidak bisa disembuhkan 
kecuali dengan bahan dari emas atau perak, maka hal itu dibolehkan. Ini 
berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Arfajah bin As'ad  :
عَنْ عَرْفَجَةَ بْنِ أَسْعَدَ قَالَ 
أُصِيبَ أَنْفِي يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَاتَّخَذْتُ 
أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ 
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
Dari Arfajah bin As'ad ia berkata, 
"Saat terjadi perang Al Kulab pada masa Jahilliyah hidungku terluka, 
lalu aku mengganti hidungku dari perak, tetapi justru hidungku menjadi 
busuk. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan 
agar aku membuat hidung dari emas."  (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan 
hadist ini Hasan)
Hadist di atas, walaupun berbicara 
masalah penggantian hidung dengan emas dan perak dalam keadaan darurat 
atau membutuhkan, tetapi bisa dijadikan dalil untuk penggantian gigi 
dengan perak dan emas, jika memang dibutuhkan, karena kedua-duanya 
sama-sama anggota tubuh. 
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika
 Berwudhu 
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu 
ketika berwudhu ?
Jawabannya :  Jika gigi
 palsu tersebut terbuat dari bahan yang suci dan tidak najis, maka tidak
 perlu dicabut ketika berwudhu, terutama jika sudah dipasang secara 
permanen. Karena mencabutnya akan menyebabkan kesusahan bagi pemiliknya,
 padahal Islam diturunkan agar umatnya terhindar dari kesusahan.
Sebaliknya jika gigi palsu tersebut 
terbuat dari bahan najis, maka harus dicabut dan tidak boleh dipakai 
ketika berwudhu dan sholat.
Namun demikian, ini jarang terjadi, 
karena pada dasarnya bahan-bahan untuk membuat gigi palsu rata-rata 
bersih dan suci, seperti gigi tiruan akrilik yang sekarang dipakai 
secara umum. Gigi tiruan ini  mudah dipasang dan dilepas oleh pasien. 
Bahan akrilik merupakan campuran bahan sejenis plastik harganya
 murah, ringan dan bisa diwarnai sesuai dengan warna gigi.  Ada juga 
gigi tiruan dari porselen yang ketahanannya lebih kuat dari akrilik. Dan
 yang lebih kuat lagi, serta bisa bertahan sampai bertahun-tahun adalah 
gigi tiruan dari logam atau emas, hanya saja tampilannya berbeda dengan 
gigi asli.    
Syekh Utsaimin ketika ditanya tentang 
seseorang yang mempunyai gigi palsu, apakah harus dicabut ketika 
berwudhu ? Beliau menjawab sebagai berikut :
“Jika seseorang mempunyai gigi palsu 
yang sudah dipasang, maka tidak wajib untuk dilepas. Ini seperti cincin 
yang tidak wajib dilepas ketika berwudhu, lebih baik digerak-gerakan 
saja tetapi inipun tidak wajib. Hal itu dikarenakan nabi Muhammad shallallahu
 ‘alaihi wassalam mengenakan cincin, dan tidak pernah ada riwayat 
yang menjelaskan bahwa beliau melepaskannya ketika berwudhu. Ini jelas 
lebih mungkin  menghalangi masuknya air dari gigi palsu. Apalagi 
sebagian kalangan merasa sangat berat jika harus melepas gigi palsu yang
 sudah dipasang tersebut, kemudian memasangnya kembali. “ [3]
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika
 Meninggal Dunia  
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu 
ketika seseorang meninggal dunia, terutama yang terbuat dari emas dan 
perak  ?
Jawabannya : Di atas 
sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu dari emas dan perak bagi
 laki-laki jika dalam keadaan darurat dan membutuhkan, makanya jika 
seseorang sudah meninggal dunia, keadaan darurat tersebut sudah hilang, 
sehingga harus diambil dari mayit, kecuali  jika hal itu justru 
menyakiti atau menodai mayit, maka hukumnya menjadi tidak boleh dicabut.
 Kenapa tidak boleh? karena mayit walaupun sudah mati, tetapi masih 
dalam keadaan terhormat dan tidak boleh dinodai ataupun disakiti, 
sebagaimana orang hidup. 
Adapun bagi perempuan secara umum 
dibolehkan menggunakan gigi emas sebagaimana diterangkan di atas.[4]
 Ketika perempuan ini meninggal dunia, maka hal itu diserahkan kepada 
ahli waris, jika mereka merelakan gigi dari emas itu ikut dikubur 
bersama mayit, maka tentunya lebih baik. Tetapi jika mereka menginginkan
 gigi dari emas yang bernilai tersebut, maka dibolehkan bagi mereka 
mencabut gigi emas dari mayit tersebut , selama hal itu tidak menyakiti 
atau menodai mayit.   
 Di Copy Dari Situs Dr. Ahmad Zain An Najah
[1]
 Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz :  14, hal : 106-107   
 [2]
 www.Islamqa.com 
 [3]
 Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Rasail, Dar al-Wathan, 1413, juz : 
11, hal : 140
[4] 
 Tentang kebolehan perempuan menggunakan gigi palsu dari emas 
disampaikan oleh Syekh Abdul Muhsin Ubaikan di dalam situsnya : www.al-obeikan.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar