Al-qur’an, Menjadikan Hidup Seperti Di Istana
Syurga
Ummu
Hafizh – Syahidah
Kita semua telah memahami bahwa Allah
mengutus para nabi sesuai dengan kondisi kaumnya pada masa itu. Kita ketahui
bahwa mukjizat utama Nabi Musa adalah sebuah tongkat. Dengan tongkat itu Nabi Musa
memukul air laut sehingga laut
tersebut terbelah, dan hal ini sangat menakjubkan.
Begitu juga mukjizat
Nabi Ibrahim yang tidak terbakar ketika diletakkan oleh Raja Namrudz di atas
api yang menyala, dan
masih banyak lagi kisah para nabi beserta mukjizat yang Allah berikan kepada
masing-masing nabi.
Mukjizat yang
Allah berikan kepada Nabi Muhammad bukanlah seperti mukjizat-mukjizat yang diberikan
kepada nabi-nabi terdahulu. Mukjizat-mukjizat sebelumnya berakhir seiring
dengan berakhirnya hidup para nabi. Dengan wafatnya para nabi tersebut, maka
mukjizat yang Allah berikan kepada mereka pun lenyap dan berakhir. Sementara
mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad yaitu Al-qur’an tidak akan
lenyap sampai hari kiamat. Karena Al-qur’an merupakan petunjuk untuk menuntun manusia
memasuki istana syurga Allah sampai akhir zaman.
وَكَمْ
أَهْلَكْنَا
مِنَ
الْقُرُونِ
مِن
بَعْدِ
نُوحٍ
وَكَفَى
بِرَبِّكَ
بِذُنُوبِ
عِبَادِهِ
خَبِيرَاً
بَصِيراً
﴿١٧﴾
”Dan kami turunkan dari al-qur’an suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-qur’an itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”(Al-Isra’
:17).
Orang mukmin akan
terus menyibukkan diri dalam memperbaiki hubungannya kepada Allah dan menyibukkan
lisannya untuk membaca Al-qur’an. Tatkala lisan kita disibukkan dengan
ayat-ayat Allah, maka syetan tidak akan berhasil menyibukkan lisan kita dalam
kemaksiatan. Sungguh sangat indah tatkala kehidupan keseharian kita dibingkai
dengan Islam. Al-qur’an dijadikan sebagai aturan dalam kehidupan karena
sesungguhnya kandungan yang terdapat di dalamnya mencakup seluruh aspek
kehidupan.
Al-qur’an bagi
seorang mukmin bagaikan air dan udara. Ia tidak akan bisa hidup tanpa mengkhatamkan Al-qur’an
berkali-kali. Selagi ruh dan jasad masih
bersatu mari kita tingkatkan membaca dan berusaha mengamalkannya serta menghapalnya
secara perlahan-lahan.
Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam
bersabda, “Orang yang di dalam tenggorokannya tidak ada secuil pun Al-qur’an, adalah
seumpama rumah yang rusak.” (HR.At-Turmudzi).
Relakah anda
menempati rumah yang rusak jika ada tersedia rumah yang bagus seperti istana
syurga??? Tentulah orang yang berakal akan memilih istana sebagai tempat
tinggalnya dan meninggalkan rumah gubuk yang rusak. Oleh karenanya,
dari sekarang marilah kita mulai membangun istana syurga sebagai
tempat tinggal kita kelak selamanya. Salah
satu caranya adalah dengan membaca Alqur’an.
Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam
bersabda, ”Bacalah al-qur’an, sebab ia
akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at (penolong) bagi pembacanya.” (HR. Muslim dan Imam Ahmad)
.
Saudaraku,
bayangkan jika Al-qur’an datang kepada kita pada hari kiamat dan memberikan
syafaat pada kita di saat kita memang sangat membutuhkan pertolongan. Untuk itu
marilah kita perbanyak membaca Al-qur’an agar
nantinya hari kiamat merupakan hari terindah bagi kita dan kita bisa
menempati istana kita di syurga.
Sahabat
Rasulullah dalam membangun istana dengan
Al-qur’an
Kehidupan para
sahabat Rasul sangat akrab sekali dengan Al-qur’an. Hal itu dapat kita
temui dalam sebuah kisah salah seorang sahabat yang mendatangi sahabatnya dan tatkala mereka
bertemu, tiba-tiba terlihat salah seorang dari mereka sedang menangis. Mereka
pun bertanya, ”Apa
yang membuat engkau menangis? Apakah
perutmu sedang sakit?”. Ia
menjawab, ”Lebih
dari itu”. Mereka kembali bertanya, ”Apakah engkau kehilangan harta?”. Maka ia
menjawab, ”Lebih
dari itu”. Lalu mereka bertanya, ”Apakah sebagian anggota keluargamu meninggal?“.
Maka ia menjawab hal yang sama. ”Lalu hal apa yang membuat kamu sangat bersedih? Ia pun menjawab ” Kemarin
aku ketiduran, sehingga aku tidak sempat
membaca wirid Al-qur’an. Itu
semua terjadi karena dosa yang aku lakukan.”
Subhanallah. Sungguh sangat pantas mereka kita
jadikan sebagai contohan. Untuk itu mari kita telusuri lebih dalam apa yang
harus kita lakukan terhadap Al-qur’an. Seperti apa yang pernah dikatakan oleh
seorang ulama “Barang siapa yang menjauhi Al-qur’an, maka Al-qur’an akan
menjauhinya”.
Agar kehidupan
kita akrab dengan Al-qur’an mari kita telusuri, hal apa saja yang harus kita
tunaikan.
ü Sering dibaca dan dijadikan sebagai wirid harian. Jangan pernah
melewatkan satu hari pun tanpa membaca Al-qur’an, bagaimanapun
keadaan kita.
ü Pelajari al-qur’an. Dalam sebuah hadits.
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang
mempelajari Al-qur’an dan mengamalkannya” (HR.Al-Bukhori, Abu Dawud, dan Ahmad).
ü Mentadaburi setiap ayat yang kita baca.
وَلَقَدْ
يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ
فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
﴿١٧﴾
“ Dan sesungguhnya telah kami mudahkan
al-qur’an untuk pelajaran,maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al-Qomar:17).
ü Mengulang-ulang hafalan. Rasulullah bersabda: ”Ulang-ulangilah Al-qur’an ini, sebab demi Dzat yang diriku ada di tangan-Nya, Al-Qur’an
ini lebih mudah lepas dibandingkan lepasnya seekor unta yang lepas dari tali
kekanganya.” (HR.Bukhori, Muslim, dan ahmad)
ü Mengamalkan al-Qur’an secara nyata. Rasulullah bersabda: ”Dan al-qur’an akan menjadi hujjah (bukti) pendukung
bagimu, atau menjadi pemberat bagimu.(HR.Ibnu Majah, An-Nasa’i, dan Ahmad).
Kita semua tahu bahwa Umar ibnu Khattab
menghafalkan Surat Al-Baqoroh selama
delapan tahun. Sebagian orang heran mendengar hal ini, sebab seorang anak kecil
saja bisa menyelesaikan Surat Al-Baqoroh selama sebulan. Lalu mengapa Umar bisa
selama itu menyelesaikan hal itu?. Sebabnya adalah dulunya Umar ibnu Khattab
biasa segera menerapkan apa yang beliau hafal secara langsung. Jadi setiap kali
beliau menghafal beberapa ayat, beliau tidak akan beralih
menghafal ke ayat yang lain sebelum
beliau mengamalkan apa yang telah beliau hafal sebelumnya. Para sahabat
mengatakan bahwa kami biasa mempelajari sepuluh ayat sepuluh ayat. Setiap
sepuluh ayat tidak akan kami tinggalkan sampai kami mengamalkannya. Sehingga
kami telah mempelajari ilmu dan mengamalkannya.
Subhanallah.
Beginilah dulu kehidupan para sahabat. Karena itu sangat layak bagi mereka
mendapat predikat sebagai generasi terbaik. Sebagaimana yang pernah disabdakan
oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa
salam, ”Sebaik-baik generasi adalah
generasiku”.
Maka sangat pantaslah bagi mereka untuk mendapatkan
istana dalam syurga. Dan bagi kita yang mengikut jejak para sahabat, maka
marilah kita giatkan diri dalam berinteraksi dengan Al-qur’an.
Tipe manusia merespon
Al-Qur’an
Pertama, yang memperoleh karunia Al-Qur’an dan mendapatkan
keimanan. Contoh
yang sangat nyata adalah kehidupan para sahabat nabi, mereka menjadikan Al
qur’an sebagai pedoman hidup seutuhnya.
Hati mereka juga sangat mudah tersentuh dengan bacaan Al-Qur’an. Dalam sebuah
riwayat dikatakan, Rasulullah meminta Abdullah bin Mas’ud untuk membacakan
Al-Qur’an, kemudian sahabat Nabi tersebut merasa sungkan, ”Wahai Rasulullah,
bagaimana saya membaca Al-Qur’an padahal Al-Qur’an itu turun kepada Anda”. Aku
lebih suka mendengarnya dari orang lain. Jawab Nabi, Lalu Abdullah bin Mas’ud
membaca suat An-Nisa, namun ketika sampai ayat ke-41, Rasulullah menyuruhnya
berhenti. Abdullah menoleh ke arah Rasulullah dan melihat beliau melelehkan air
mata. Rasulullah SAW membayangkan begitu beratnya menjadi saksi di hadapan
manusia bahwa beliau telah menyampaikan risalah Allah subhana wa ta’ala.
Dalam mukaddimah yang disampaikan ibnu katsir beliau
menggambarkan kehidupan para sahabat yang memiliki pribadi yang sangat gemar
membaca kitabullah. Beliau menyebutkan satu kisah yang diriwayatkan dari Imam
Bukhori. Suatu ketika Rasulullah SAW memanggil Abdullah bin Amru bin Ash,
Beliau bertanya kepadanya berapa lama engkau mengkhatamkan membaca Al-qur’an,
lalu Abdullah menjawab bahwa aku biasa khatam sehari sekali, lalu beliau
menganjurkan agar Abdullah memperlama bacaannya, ”Bacalah al-Qur’an hingga
khatam dalam waktu 30 hari”. Lalu Abdullah menjawab, tapi saya mampu
mengkhatamkan lebih cepat dari itu.
Dan ada juga kisah salah seorang sahabat nabi yang bernama
Sa’ad bin Mundzir, dia bertanya kepada Rasulullah, ”Wahai Rasulullah, bolehkah
saya membaca Al-Qur’an hingga khatam selama 3 hari? Ya, jika engkau mampu”
jawab Rasulullah. Batasan inilah yang di pegang oleh Sa’ad sampai ia wafat.
Karenanya, beliau membaca al-Qur’an 10 juz setiap hari.
Subhanallah ditengah-tengah kesibukan yang dimiliki para
sahabat mereka tetap menyempatkan dan menargetkan untuk menyelesaikan tilawah
qur’an. Belajar dari kisah para sahabat
nabi tadi mari kita jadikan salah satu
motivasi bagi kita untuk menyelesaiakn dan mengkhatamkan al-Qur’an di
tengah-tengah kesibukkan yang kita miliki. Kita bisa membaca al Qur’an di saat
melakukan aktifitas apapun.
Tipe kedua, orang yang tidak mendapatkan Al-Qur’an dan tidak
merasakan manisnya iman. Kita berlindung kepada Allah SWT agar tidak
termasuk kepada golongan ini, karena tipe manusia inilah yang dikeluhkan oleh
Rassulullah SAW. Allah berfirman:
وَقَالَ الرَّسُولُ
يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً ﴿٣٠﴾
“Berkatalah Rasul: ”ya Rabbku sesungguhnya
kaumku menjadikan al Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan”
(QS.Al-Furqon:30).
Dalam tafsir Ibnu Katsir beliau
menjelaskan bahwa ayat ini menggambarkan kondisi orang musyrik Makkah yang
mengacuhkan al-Qur’an. Ketika Rasulullah berdakwah menyampaikan isi yang ada di
dalam al-Qur’an sebagai mukjizat, orang musyrik menjadi bebal dan tidak mau
mendengarkan, sebagian orang musyrik tidak mau mengakui al-Qur’an sebagai
kalamullah. Ayat-ayat Allah mereka samakan dengan antologi syair bahkan ada
yang menyebutkan sebagai mantra sihir. Sekarang ini kita menyaksikan realita
bahwa tidak semua orang mau belajar al Qur’an dan juga tidak mau mendengarkan
al Qur’an, bahkan saat ini yang banyak terdengar adalah suara nyanyian
jahiliah. Oleh karenanya, tidak aneh
jika banyak orang yang sulit untuk menangis dan bergetar hatinya jika dibacakan
kalamullah.
Membaca Al-Qur’an adalah aktifitas
ibadah yang sangat menyenangkan dan bisa memberi efek dalam hati, jika kita
ingin tahu tingkat kesehatan iman kita, maka kita bisa mengukurnya dengan
Al-Qur’an, seberapa respek hati kita
terhadap kalamullah. Menurut sahabat nabi yang bernama Utsman bin Affan, hati
yang bersih di tandai dengan rasa nyaman dan tiada pernah bosan membaca
al-Qur’an. Kalau hati merasakan ketidaknyamanan tatkala membaca al-Qur’an dan
tidak merasa rindu dengan Al-Qur’an maka sesungguhnya hati tersebut telah
sakit.
Bagi seorang ummahat, jihad terbesar
baginya adalah di rumah dan mengurus rumah tangga, namun walaupun disibukkan dengan rutinitas mengurus
anak dan mendampingi suami bahkan ada juga ummahat yang punya kesibukkan di
luar. Mari kita jadikan salah satu sosok sahabat nabi yang bernama Kholid bin
Walid yang mendapat julukan saifullah (pedang Allah), tetap merasakan
kerinduan yang mendalam terhadap kitabullah. Saat beliau memegang mushhaf
Al-Qur’an sembari menangis dan ia berkata. ”Jihad telah menyibukkan aku darimu
(al-qur’an). Kalaulah bukan karena jihad niscaya beliau sangat ingin sekali
bersanding dengan mushhaf al-Qur’an.
Medan jihad ummahat
dengan medan jihad para sahabat sangat berbeda, medan jihad yang diemban
para ummahat memiliki banyak waktu luang
untuk bisa berlama-lama membaca Al-qur’an. Dengan niat yang lurus dan azzam
yang sungguh-sungguh Insya Allah para ummahat akan menjadi pribadi yang Robbani
dan seorang yang mampu melahirkan
generasi yang berkepribadian al Qur’an sehingga kelak akan mendapat
kemuliaan di hadapan Allah SWT.
Wallahu
‘alam bissowab
*Referensi:
al-Qur’an dan kitab ibadatul mukmin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar