Kamis, 16 Mei 2013

Al Quran Menjadikan Hidup ...


Al-qur’an, Menjadikan Hidup Seperti Di Istana Syurga

Ummu Hafizh – Syahidah

Kita semua telah memahami bahwa Allah mengutus para nabi sesuai dengan kondisi kaumnya pada masa itu. Kita ketahui bahwa mukjizat utama Nabi Musa adalah sebuah tongkat. Dengan tongkat itu Nabi Musa memukul air laut sehingga laut tersebut  terbelah, dan hal ini sangat menakjubkan.
Begitu juga mukjizat Nabi Ibrahim yang tidak terbakar ketika diletakkan oleh Raja Namrudz di atas api yang menyala, dan masih banyak lagi kisah para nabi beserta mukjizat yang Allah berikan kepada masing-masing nabi.
Mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad bukanlah seperti mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada nabi-nabi terdahulu. Mukjizat-mukjizat sebelumnya berakhir seiring dengan berakhirnya hidup para nabi. Dengan wafatnya para nabi tersebut, maka mukjizat yang Allah berikan kepada mereka pun lenyap dan berakhir. Sementara mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad yaitu Al-qur’an tidak akan lenyap sampai hari kiamat. Karena Al-qur’an merupakan petunjuk untuk menuntun manusia memasuki istana syurga Allah sampai akhir zaman.
Al-qur’an merupakan petunjuk yang mampu menghantarkan manusia kepada jalan menuju Sang Pemilik Syurga, Dialah Allah. Karena sesungguhnya tatkala kita berinteraksi dengan Al-qur’an maka hati kita akan merasa bahagia yang terus menerus tiada henti dan mampu menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِن بَعْدِ نُوحٍ وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرَاً بَصِيراً ﴿١٧﴾
”Dan kami turunkan dari al-qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”(Al-Isra’ :17).

Orang mukmin akan terus menyibukkan diri dalam memperbaiki hubungannya kepada Allah dan menyibukkan lisannya untuk membaca Al-qur’an. Tatkala lisan kita disibukkan dengan ayat-ayat Allah, maka syetan tidak akan berhasil menyibukkan lisan kita dalam kemaksiatan. Sungguh sangat indah tatkala kehidupan keseharian kita dibingkai dengan Islam. Al-qur’an dijadikan sebagai aturan dalam kehidupan karena sesungguhnya kandungan yang terdapat di dalamnya mencakup seluruh aspek kehidupan.
Al-qur’an bagi seorang mukmin bagaikan air dan udara. Ia tidak akan bisa hidup  tanpa mengkhatamkan Al-qur’an berkali-kali.  Selagi ruh dan jasad masih bersatu mari kita tingkatkan membaca dan berusaha mengamalkannya serta menghapalnya secara perlahan-lahan.

Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Orang yang di dalam tenggorokannya tidak ada secuil pun Al-qur’an, adalah seumpama rumah yang rusak.” (HR.At-Turmudzi).

Relakah anda menempati rumah yang rusak jika ada tersedia rumah yang bagus seperti istana syurga??? Tentulah orang yang berakal akan memilih istana sebagai tempat tinggalnya dan meninggalkan rumah gubuk yang rusak. Oleh karenanya, dari sekarang marilah kita mulai membangun istana syurga sebagai tempat  tinggal kita kelak selamanya. Salah satu caranya adalah dengan membaca Alqur’an.

Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam bersabda, ”Bacalah al-qur’an, sebab ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at (penolong) bagi pembacanya.” (HR. Muslim dan Imam Ahmad)
.
Saudaraku, bayangkan jika Al-qur’an datang kepada kita pada hari kiamat dan memberikan syafaat pada kita di saat kita memang sangat membutuhkan pertolongan. Untuk itu marilah kita perbanyak membaca Al-qur’an agar  nantinya hari kiamat merupakan hari terindah bagi kita dan kita bisa menempati istana kita di syurga.

Sahabat Rasulullah dalam membangun istana dengan  Al-qur’an

Kehidupan para sahabat Rasul sangat akrab sekali dengan Al-qur’an. Hal itu dapat kita temui  dalam sebuah  kisah salah seorang sahabat yang  mendatangi sahabatnya dan tatkala mereka bertemu, tiba-tiba terlihat salah seorang dari mereka sedang menangis. Mereka pun bertanya, ”Apa yang membuat engkau menangis? Apakah  perutmu  sedang sakit?”. Ia menjawab, ”Lebih dari itu”. Mereka kembali bertanya, ”Apakah engkau kehilangan harta?”. Maka ia menjawab, ”Lebih dari itu”. Lalu mereka bertanya, ”Apakah sebagian anggota keluargamu meninggal?“. Maka ia menjawab hal yang sama. ”Lalu hal apa yang membuat kamu  sangat bersedih? Ia pun menjawab ” Kemarin aku ketiduran, sehingga aku tidak sempat  membaca wirid  Al-qur’an. Itu semua terjadi karena dosa yang aku lakukan.”
Subhanallah. Sungguh sangat pantas mereka kita jadikan sebagai contohan. Untuk itu mari kita telusuri lebih dalam apa yang harus kita lakukan terhadap Al-qur’an. Seperti apa yang pernah dikatakan oleh seorang ulama “Barang siapa yang menjauhi Al-qur’an, maka Al-qur’an akan menjauhinya”.
Agar kehidupan kita akrab dengan Al-qur’an mari kita telusuri, hal apa saja yang harus kita tunaikan.
ü  Sering dibaca dan dijadikan sebagai wirid harian. Jangan pernah melewatkan satu hari pun tanpa membaca Al-qur’an, bagaimanapun keadaan kita.
ü  Pelajari al-qur’an. Dalam sebuah hadits.

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-qur’an dan mengamalkannya” (HR.Al-Bukhori, Abu Dawud, dan Ahmad).

ü  Mentadaburi setiap ayat yang kita baca.

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ ﴿١٧﴾
 “ Dan sesungguhnya telah kami mudahkan al-qur’an untuk pelajaran,maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”  (Al-Qomar:17).

ü  Mengulang-ulang hafalan. Rasulullah bersabda: ”Ulang-ulangilah Al-qur’an ini, sebab demi Dzat yang diriku ada di tangan-Nya, Al-Qur’an ini lebih mudah lepas dibandingkan lepasnya seekor unta yang lepas dari tali kekanganya.” (HR.Bukhori, Muslim, dan ahmad)
ü  Mengamalkan al-Qur’an secara nyata. Rasulullah bersabda: ”Dan al-qur’an akan menjadi hujjah (bukti) pendukung bagimu, atau menjadi pemberat bagimu.(HR.Ibnu Majah, An-Nasa’i, dan Ahmad).

Kita semua tahu bahwa Umar ibnu Khattab menghafalkan Surat Al-Baqoroh  selama delapan tahun. Sebagian orang heran mendengar hal ini, sebab seorang anak kecil saja bisa menyelesaikan Surat Al-Baqoroh selama sebulan. Lalu mengapa Umar bisa selama itu menyelesaikan hal itu?. Sebabnya adalah dulunya Umar ibnu Khattab biasa segera menerapkan apa yang beliau hafal secara langsung. Jadi setiap kali beliau menghafal  beberapa  ayat, beliau tidak akan beralih menghafal  ke ayat yang lain sebelum beliau mengamalkan apa yang telah beliau hafal sebelumnya. Para sahabat mengatakan bahwa kami biasa mempelajari sepuluh ayat sepuluh ayat. Setiap sepuluh ayat tidak akan kami tinggalkan sampai kami mengamalkannya. Sehingga kami telah mempelajari ilmu dan mengamalkannya.
Subhanallah. Beginilah dulu  kehidupan para  sahabat. Karena itu sangat layak bagi mereka mendapat predikat sebagai generasi terbaik. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam, ”Sebaik-baik generasi adalah generasiku”.
Maka sangat pantaslah bagi mereka untuk mendapatkan istana dalam syurga. Dan bagi kita yang mengikut jejak para sahabat, maka marilah kita giatkan diri dalam berinteraksi dengan Al-qur’an.

Tipe manusia  merespon Al-Qur’an

Pertama, yang memperoleh karunia Al-Qur’an dan mendapatkan keimanan. Contoh yang sangat nyata adalah kehidupan para sahabat nabi, mereka menjadikan Al qur’an sebagai  pedoman hidup seutuhnya. Hati mereka juga sangat mudah tersentuh dengan bacaan Al-Qur’an. Dalam sebuah riwayat dikatakan, Rasulullah meminta Abdullah bin Mas’ud untuk membacakan Al-Qur’an, kemudian sahabat Nabi tersebut merasa sungkan, ”Wahai Rasulullah, bagaimana saya membaca Al-Qur’an padahal Al-Qur’an itu turun kepada Anda”. Aku lebih suka mendengarnya dari orang lain. Jawab Nabi, Lalu Abdullah bin Mas’ud membaca suat An-Nisa, namun ketika sampai ayat ke-41, Rasulullah menyuruhnya berhenti. Abdullah menoleh ke arah Rasulullah dan melihat beliau melelehkan air mata. Rasulullah SAW membayangkan begitu beratnya menjadi saksi di hadapan manusia bahwa beliau telah menyampaikan risalah Allah subhana wa ta’ala.
Dalam mukaddimah yang disampaikan ibnu katsir beliau menggambarkan kehidupan para sahabat yang memiliki pribadi yang sangat gemar membaca kitabullah. Beliau menyebutkan satu kisah yang diriwayatkan dari Imam Bukhori. Suatu ketika Rasulullah SAW memanggil Abdullah bin Amru bin Ash, Beliau bertanya kepadanya berapa lama engkau mengkhatamkan membaca Al-qur’an, lalu Abdullah menjawab bahwa aku biasa khatam sehari sekali, lalu beliau menganjurkan agar Abdullah memperlama bacaannya, ”Bacalah al-Qur’an hingga khatam dalam waktu 30 hari”. Lalu Abdullah menjawab, tapi saya mampu mengkhatamkan lebih cepat dari itu.
Dan ada juga kisah salah seorang sahabat nabi yang bernama Sa’ad bin Mundzir, dia bertanya kepada Rasulullah, ”Wahai Rasulullah, bolehkah saya membaca Al-Qur’an hingga khatam selama 3 hari? Ya, jika engkau mampu” jawab Rasulullah. Batasan inilah yang di pegang oleh Sa’ad sampai ia wafat. Karenanya, beliau membaca al-Qur’an 10 juz setiap hari.
Subhanallah ditengah-tengah kesibukan yang dimiliki para sahabat mereka tetap menyempatkan dan menargetkan untuk menyelesaikan tilawah qur’an. Belajar dari  kisah para sahabat nabi tadi  mari kita jadikan salah satu motivasi bagi kita untuk menyelesaiakn dan mengkhatamkan al-Qur’an di tengah-tengah kesibukkan yang kita miliki. Kita bisa membaca al Qur’an di saat melakukan aktifitas apapun.
Tipe kedua, orang yang tidak mendapatkan Al-Qur’an dan tidak merasakan manisnya  iman. Kita  berlindung kepada Allah SWT agar tidak termasuk kepada golongan ini, karena tipe manusia inilah yang dikeluhkan oleh Rassulullah SAW. Allah berfirman:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً ﴿٣٠﴾
 “Berkatalah Rasul: ”ya Rabbku sesungguhnya kaumku menjadikan al Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan” (QS.Al-Furqon:30).
Dalam tafsir Ibnu Katsir beliau menjelaskan bahwa ayat ini menggambarkan kondisi orang musyrik Makkah yang mengacuhkan al-Qur’an. Ketika Rasulullah berdakwah menyampaikan isi yang ada di dalam al-Qur’an sebagai mukjizat, orang musyrik menjadi bebal dan tidak mau mendengarkan, sebagian orang musyrik tidak mau mengakui al-Qur’an sebagai kalamullah. Ayat-ayat Allah mereka samakan dengan antologi syair bahkan ada yang menyebutkan sebagai mantra sihir. Sekarang ini kita menyaksikan realita bahwa tidak semua orang mau belajar al Qur’an dan juga tidak mau mendengarkan al Qur’an, bahkan saat ini yang banyak terdengar adalah suara nyanyian jahiliah. Oleh karenanya,  tidak aneh jika banyak orang yang sulit untuk menangis dan bergetar hatinya jika dibacakan kalamullah.
Membaca Al-Qur’an adalah aktifitas ibadah yang sangat menyenangkan dan bisa memberi efek dalam hati, jika kita ingin tahu tingkat kesehatan iman kita, maka kita bisa mengukurnya dengan Al-Qur’an,  seberapa respek hati kita terhadap kalamullah. Menurut sahabat nabi yang bernama Utsman bin Affan, hati yang bersih di tandai dengan rasa nyaman dan tiada pernah bosan membaca al-Qur’an. Kalau hati merasakan ketidaknyamanan tatkala membaca al-Qur’an dan tidak merasa rindu dengan Al-Qur’an maka sesungguhnya hati tersebut telah sakit.
Bagi seorang ummahat, jihad terbesar baginya adalah di rumah dan mengurus rumah tangga, namun  walaupun disibukkan dengan rutinitas mengurus anak dan mendampingi suami bahkan ada juga ummahat yang punya kesibukkan di luar. Mari kita jadikan salah satu sosok sahabat nabi yang bernama Kholid bin Walid yang mendapat julukan saifullah (pedang Allah), tetap merasakan kerinduan yang mendalam terhadap kitabullah. Saat beliau memegang mushhaf Al-Qur’an sembari menangis dan ia berkata. ”Jihad telah menyibukkan aku darimu (al-qur’an). Kalaulah bukan karena jihad niscaya beliau sangat ingin sekali bersanding dengan mushhaf al-Qur’an.
Medan jihad ummahat dengan medan jihad para sahabat sangat berbeda, medan jihad yang diemban para  ummahat memiliki banyak waktu luang untuk bisa berlama-lama membaca Al-qur’an. Dengan niat yang lurus dan azzam yang sungguh-sungguh Insya Allah para ummahat akan menjadi pribadi yang Robbani dan seorang yang mampu melahirkan  generasi yang berkepribadian al Qur’an sehingga kelak akan mendapat kemuliaan di hadapan Allah SWT.
Wallahu ‘alam bissowab

*Referensi: al-Qur’an dan kitab ibadatul mukmin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar