NEGERI
BERSYARIAT
NEGERI
IDAMAN YANG DIHARAPAN
Abu
Hafizh Al Bukhari
لَقَدْ
كَانَ
لِسَبَإٍ
فِي
مَسْكَنِهِمْ
آيَةٌ
جَنَّتَانِ
عَن
يَمِينٍ
وَشِمَالٍ
كُلُوا
مِن
رِّزْقِ
رَبِّكُمْ
وَاشْكُرُوا
لَهُ
بَلْدَةٌ
طَيِّبَةٌ
وَرَبٌّ
غَفُورٌ
﴿١٥﴾
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda
(kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu
dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun".
(QS. Saba’ : 15)
Siapapun
orangnya, pasti menginginkan hidup di negeri yang aman dan sentausa. Negeri
yang di dalamnya terpenuhi segala hajat kehidupan penduduknya. Negeri yang
hak-hak warganya dijaga dengan sedemikian rupa sehingga kenyamananlah yang
senantiasa dirasa di setiap tempat dan waktu. Banyak para pemimpin
negeri-negeri di seluruh penjuru dunia menginginkan negeri yang demikian
termasuk negeri yang kita pijak hari ini. Sehingga sering kita dengar sebuah
slogan “Gemah ripah loh jinawi”, negeri yang Baldatun Thayyibatun wa
rabbun ghafuur, sebuah negeri yang baik dan diberi ampunan oleh Allah.
Menelisik Negeri Saba’
Saba’
adalah nama bangsa yang berdomisili di selatan Yaman, yang memiliki tanah yang
subur, negeri yang aman dan makmur sehingga kerajaan itu masih ada
bekas-bekasnya hingga saat ini. Pada waktu itu, negeri ini telah mencapai
kemajuan peradaban di atas negeri-negeri yang lain. Sehingga tidak heran bila
Allah SWT menjadikannya sebagai negeri percontohan dalam al Qur’an. Bukan hanya
aman dalam bentuk kriminal dan kejahatan yang dilakukan
manusia, namun juga tak
ada ancaman dari hewan-hewan yang berbahaya. Bahkan Allah SWT membersihkan
hewan-hewan pengganggu dari negeri itu.
Imam
asy-Syaukani dalam Tafsir Fathul Qadir menyebutkan dari Imam Abdurrahman bin
Zaid Rahimahullah tentang firman-Nya, “Sesungguhnya bagi kaun Saba’ ada
tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka ..” Yakni, “mereka tidak
melihat adanya nyamuk, lalat, kutu, kalajengking, ular dan hewan (pengganggu)
lainnya.” Dalam bahasa kekiniaan bisa dimaknai virus ataupun bakteri.
Pada
waktu itu penduduk Saba’ mampu memanfaatkan air hujan yang deras dengan membuat
penampungan air yang dikenal sebagai Bendungan
Ma’rib, yang mampu mengairi dua kebun yang terletak di sisi kanan dan
sisi kiri wilayah mereka, “yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di
sebelah kiri.” (QS. Saba’ : 15).
Qatadah
Rahimahullah ahli tafsir dari
kalangan tabi’in mengatakan, “Seorang wanita berjalan di bawah pepohonan dengan
memanggul keranjang di kepalanya untuk
menempati buah-buahan yang berjatuhan, maka keranjang tersebut penuh tanpa
harus susah payah memanjat atau memetiknya.” Buah-buahan yang ada juga digambarkan dengan segala sifat kelezatan dan istimewa
dibandingkan dengan buah-buahan yang ada di dunia.
Namun
ternyata nikmat yang besar tersebut tidak diiringi dengan rasa syukur kepada
Allah SWT. Mereka berpaling dari
peringatan Allah, enggan beramal shaleh serta gemar melakukan hal-hal yang
dilarang Allah SWT. Sehingga turunlah keputusan Allah yang menimpa mereka
dengan berubahnya wajah negeri yang ceria menjadi suram buram kering tanpa harapan.
Allah SWT menghancurkan Bendungan Ma’rib dan menenggelamkan negeri mereka.
Sehingga tiada air lagi dibendungan mereka. Dan negeripun menjadi kering
kerontang. Akibatnya bergantilah
kebun-kebun yang subur itu menjadi padang pasir yang dihiasi pohon-pohon liar
berduri dan pahit buahnya.
Tetapi mereka berpaling, maka Kami
datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka
dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl
dan sedikit dari pohon Sidr. (QS. Saba’ : 16)
Bagaimanakah dengan negeri kita?
Bila
bercermin dari kisah di atas, negeri Saba’ dan negeri kita hampir memiliki
kesamaan minimal dari sumber daya alamnya. Betapa dahsyatnya negeri kita, mulai
dari ujung Sabang sampai batas akhir Merauke kekayaan alam sangat melimpah
ruah. Dari potensi bahari, tambang, hutan, migas dan lain sebagainya tersedia
di negeri kita. Namun, realitasnya keadaan penghuni negeri kita makin hari kian
terpuruk. Jauh terperosok ke dalam kubangan masalah demi masalah. Mulai masalah
pangan, kemiskinan, kriminal dan bahkan semakin menggenapkan penderitaan
bencana alam yang bertubi-tubi senantiasa datang dari masa ke masa. Adakah
kesamaan sebab antara Saba’ dan negeri kita hari ini?
Teringat
satu firman Allah SWT yang seolah menjadi jawaban atas semua persoalan yang
hari ini dihadapi yaitu
وَضَرَبَ
اللّهُ
مَثَلاً
قَرْيَةً
كَانَتْ
آمِنَةً
مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا
رِزْقُهَا
رَغَداً
مِّن
كُلِّ
مَكَانٍ
فَكَفَرَتْ
بِأَنْعُمِ
اللّهِ
فَأَذَاقَهَا
اللّهُ
لِبَاسَ
الْجُوعِ
وَالْخَوْفِ
بِمَا
كَانُواْ
يَصْنَعُونَ
﴿١١٢﴾
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan
(dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang
kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari
nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan
dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An Nahl : 112)
Imam Ibnu Katsir
menjelaskan dalam tafsirnya yaitu khitab ayat ini tertuju kepada bumi Makkah.
Pada masa sebelum kedatangan Nabi, Makkah adalah kota yang aman, nyaman dan
penuh ketentraman, di mana orang-orang yang hidup disekitarnya banyak yang
tergiur untuk hidup di sana. Barangsiapa yang memasukinya, maka dia akan aman,
dan tidak akan takut. Rezeki datang kepada para penduduknya secara melimpah
ruah dan penuh kemudahan. Tatapi mereka ingkar terhadap nikmat-nikmat Allah.
Nikmat yang terbesar adalah diutusnya Nabi Muhammad SAW dengan membawa syariat
yang lurus.
Inilah bencana
terbesar dalam kehidupan, bila syariat Allah ditinggalkan maka bersiaplah suatu
negeri akan diliputi berbagai macam bencana. Mungkin kita tak mau
dipersalahkan, atau sebagian malah menganggap bahwa menghubungkan antara dosa
dengan musibah hanyalah wujud simplifikasi (menggampangkan) masalah, atau
bahkan dianggap tidak empati terhadap para korban bencana. Padahal, mengkaitkan
bencana dengan dosa tidak berarti menuduh korban bencana itu menjadi biangnya
dosa. Boleh jadi orang yang tidak terkena musibah juga turut andil dalam
mengundang datangnya musibah. Baik
dengan menyebarluaskan dosa, atau sekedar meninggalkan amar ma’ruf nahi
mungkar. Karena kita ibarat penumpang dalam satu kapal, jika kita biarkan
sebagian penumpang melubangi kapal untuk mendapatkan air, maka tatkala kapal
tenggelam, tentu tidak hanya menimpa mereka yang melubangi kapal saja. Oleh
karenanya, berhati-hatilah dengan bencana yang tidak khusus menimpa orang-orang
zhalim. Sebagaimana difirmankan Allah SWT :
وَاتَّقُواْ
فِتْنَةً
لاَّ
تُصِيبَنَّ
الَّذِينَ
ظَلَمُواْ
مِنكُمْ
خَآصَّةً
وَاعْلَمُواْ
أَنَّ
اللّهَ
شَدِيدُ
الْعِقَابِ
﴿٢٥﴾
“Dan
peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”
(QS. Al Anfal : 25)
Ibnu Abbas
menafsirkan ayat ini : “Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar
mereka tidak membiarkan kemungkaran terjadi di hadapan mereka, sebab Allah SWT
bisa menimpakan azab secara merata.”
Menuju negeri idaman
Walau telah bosan
mendapat berbagai macam musibah dan ketakutan yang silih berganti, Allah masih
memberikan kesempatan kepada kita untuk bangkit dari keterpurukan menuju negeri
idaman baldatun thayyibatun wa robbun
ghafur. Tetapi menuju negeri yang diidamkan, mempunyai konsekuensi yang
harus dilakukan yaitu bersedia taubat memohon ampun atas dosa-dosa kita baik
yang bersifat individu ataupun dosa kolektif dan siap kembali kepada syariat
Allah yang agung. Karena hanya dengan syariat Islamlah satu negeri dapat
menjadi negeri yang diidamkan. Dimana penduduknya beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT. Sebagaiman firman Allah SWT :
وَلَوْ
أَنَّ
أَهْلَ
الْقُرَى
آمَنُواْ
وَاتَّقَواْ
لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِم
بَرَكَاتٍ
مِّنَ
السَّمَاءِ
وَالأَرْضِ
وَلَـكِن
كَذَّبُواْ
فَأَخَذْنَاهُم بِمَا
كَانُواْ
يَكْسِبُونَ
﴿٩٦﴾
Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (QS. Al A’raf : 96)
Begitu juga
semangat untuk mencegah kemungkaran harus pula ditingkatkan, karena tanpanya,
bencana belum akan dicabut, meski doa terus dilantunkan. Sebagaimana sabda Nabi
SAW :
وَالَّذِي
نَفْسِي
بِيَدِهِ،
لَتَأمُرنَّ
بِالْمَعْرُوفِ، ولتَنْهَوُنَّ
عَنِ
المُنْكَرِ،
أوْ
لَيُوشِكَنَّ
اللهُ
أنْ
يَبْعَثَ
عَلَيْكُمْ
عَذَاباً
مِنْ
عِنْدِهِ
ثُمَّ
لَتدْعُنَّهُ
فَلاَ
يُسْتَجَابَ
لَكُمْ
“Demi yang
jiwaku ada ditangan-Nya, hendaknya kamu mengajak yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar atau Allah
akan mengirimkan bencana atas kalian, kemudian kalian berdoa namun tidak
dikabulkan” (HR. Tirmidzi, hadits hasan)
Ya Robb kami,
jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentausa, dan berikanlah rezeki dari
buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan
hari kemudian.
Wallahu‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar