Kamis, 16 Mei 2013

Negeri bersyariat


NEGERI BERSYARIAT
NEGERI IDAMAN YANG DIHARAPAN

Abu Hafizh Al Bukhari

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ ﴿١٥﴾
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". (QS. Saba’ : 15)

Siapapun orangnya, pasti menginginkan hidup di negeri yang aman dan sentausa. Negeri yang di dalamnya terpenuhi segala hajat kehidupan penduduknya. Negeri yang hak-hak warganya dijaga dengan sedemikian rupa sehingga kenyamananlah yang senantiasa dirasa di setiap tempat dan waktu. Banyak para pemimpin negeri-negeri di seluruh penjuru dunia menginginkan negeri yang demikian termasuk negeri yang kita pijak hari ini. Sehingga sering kita dengar sebuah slogan “Gemah ripah loh jinawi”, negeri yang Baldatun Thayyibatun wa rabbun ghafuur, sebuah negeri yang baik dan diberi ampunan oleh Allah.

Menelisik Negeri Saba’
Saba’ adalah nama bangsa yang berdomisili di selatan Yaman, yang memiliki tanah yang subur, negeri yang aman dan makmur sehingga kerajaan itu masih ada bekas-bekasnya hingga saat ini. Pada waktu itu, negeri ini telah mencapai kemajuan peradaban di atas negeri-negeri yang lain. Sehingga tidak heran bila Allah SWT menjadikannya sebagai negeri percontohan dalam al Qur’an. Bukan hanya aman dalam bentuk kriminal dan kejahatan yang dilakukan
manusia, namun juga tak ada ancaman dari hewan-hewan yang berbahaya. Bahkan Allah SWT membersihkan hewan-hewan pengganggu dari negeri itu.
Imam asy-Syaukani dalam Tafsir Fathul Qadir menyebutkan dari Imam Abdurrahman bin Zaid Rahimahullah tentang firman-Nya, “Sesungguhnya bagi kaun Saba’ ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka ..” Yakni, “mereka tidak melihat adanya nyamuk, lalat, kutu, kalajengking, ular dan hewan (pengganggu) lainnya.” Dalam bahasa kekiniaan bisa dimaknai virus ataupun bakteri.
Pada waktu itu penduduk Saba’ mampu memanfaatkan air hujan yang deras dengan membuat penampungan air yang dikenal sebagai Bendungan  Ma’rib, yang mampu mengairi dua kebun yang terletak di sisi kanan dan sisi kiri wilayah mereka, “yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’ : 15).
Qatadah Rahimahullah ahli tafsir dari kalangan tabi’in mengatakan, “Seorang wanita berjalan di bawah pepohonan dengan memanggul keranjang  di kepalanya untuk menempati buah-buahan yang berjatuhan, maka keranjang tersebut penuh tanpa harus susah payah memanjat atau memetiknya.” Buah-buahan yang ada  juga digambarkan  dengan segala sifat kelezatan dan istimewa dibandingkan dengan buah-buahan yang ada di dunia.
Namun ternyata nikmat yang besar tersebut tidak diiringi dengan rasa syukur kepada Allah SWT.  Mereka berpaling dari peringatan Allah, enggan beramal shaleh serta gemar melakukan hal-hal yang dilarang Allah SWT. Sehingga turunlah keputusan Allah yang menimpa mereka dengan berubahnya wajah negeri yang ceria menjadi suram buram kering tanpa harapan. Allah SWT menghancurkan Bendungan Ma’rib dan menenggelamkan negeri mereka. Sehingga tiada air lagi dibendungan mereka. Dan negeripun menjadi kering kerontang.  Akibatnya bergantilah kebun-kebun yang subur itu menjadi padang pasir yang dihiasi pohon-pohon liar berduri dan pahit buahnya.

Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS. Saba’ : 16)

Bagaimanakah dengan negeri kita?
Bila bercermin dari kisah di atas, negeri Saba’ dan negeri kita hampir memiliki kesamaan minimal dari sumber daya alamnya. Betapa dahsyatnya negeri kita, mulai dari ujung Sabang sampai batas akhir Merauke kekayaan alam sangat melimpah ruah. Dari potensi bahari, tambang, hutan, migas dan lain sebagainya tersedia di negeri kita. Namun, realitasnya keadaan penghuni negeri kita makin hari kian terpuruk. Jauh terperosok ke dalam kubangan masalah demi masalah. Mulai masalah pangan, kemiskinan, kriminal dan bahkan semakin menggenapkan penderitaan bencana alam yang bertubi-tubi senantiasa datang dari masa ke masa. Adakah kesamaan sebab antara Saba’ dan negeri kita hari ini?
Teringat satu firman Allah SWT yang seolah menjadi jawaban atas semua persoalan yang hari ini dihadapi yaitu
وَضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَداً مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللّهِ فَأَذَاقَهَا اللّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُواْ يَصْنَعُونَ ﴿١١٢﴾
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An Nahl : 112)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya yaitu khitab ayat ini tertuju kepada bumi Makkah. Pada masa sebelum kedatangan Nabi, Makkah adalah kota yang aman, nyaman dan penuh ketentraman, di mana orang-orang yang hidup disekitarnya banyak yang tergiur untuk hidup di sana. Barangsiapa yang memasukinya, maka dia akan aman, dan tidak akan takut. Rezeki datang kepada para penduduknya secara melimpah ruah dan penuh kemudahan. Tatapi mereka ingkar terhadap nikmat-nikmat Allah. Nikmat yang terbesar adalah diutusnya Nabi Muhammad SAW dengan membawa syariat yang lurus.
Inilah bencana terbesar dalam kehidupan, bila syariat Allah ditinggalkan maka bersiaplah suatu negeri akan diliputi berbagai macam bencana. Mungkin kita tak mau dipersalahkan, atau sebagian malah menganggap bahwa menghubungkan antara dosa dengan musibah hanyalah wujud simplifikasi (menggampangkan) masalah, atau bahkan dianggap tidak empati terhadap para korban bencana. Padahal, mengkaitkan bencana dengan dosa tidak berarti menuduh korban bencana itu menjadi biangnya dosa. Boleh jadi orang yang tidak terkena musibah juga turut andil dalam mengundang  datangnya musibah. Baik dengan menyebarluaskan dosa, atau sekedar meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena kita ibarat penumpang dalam satu kapal, jika kita biarkan sebagian penumpang melubangi kapal untuk mendapatkan air, maka tatkala kapal tenggelam, tentu tidak hanya menimpa mereka yang melubangi kapal saja. Oleh karenanya, berhati-hatilah dengan bencana yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim. Sebagaimana difirmankan Allah SWT :
وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢٥﴾
“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Anfal : 25)

Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini : “Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka tidak membiarkan kemungkaran terjadi di hadapan mereka, sebab Allah SWT bisa menimpakan azab secara merata.”

Menuju negeri idaman
Walau telah bosan mendapat berbagai macam musibah dan ketakutan yang silih berganti, Allah masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bangkit dari keterpurukan menuju negeri idaman baldatun thayyibatun wa robbun ghafur. Tetapi menuju negeri yang diidamkan, mempunyai konsekuensi yang harus dilakukan yaitu bersedia taubat memohon ampun atas dosa-dosa kita baik yang bersifat individu ataupun dosa kolektif dan siap kembali kepada syariat Allah yang agung. Karena hanya dengan syariat Islamlah satu negeri dapat menjadi negeri yang diidamkan. Dimana penduduknya beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Sebagaiman firman Allah SWT :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ ﴿٩٦﴾
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al  A’raf : 96)

Begitu juga semangat untuk mencegah kemungkaran harus pula ditingkatkan, karena tanpanya, bencana belum akan dicabut, meski doa terus dilantunkan. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأمُرنَّ بِالْمَعْرُوفِ، ولتَنْهَوُنَّ عَنِ المُنْكَرِ، أوْ لَيُوشِكَنَّ اللهُ أنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَاباً مِنْ عِنْدِهِ ثُمَّ لَتدْعُنَّهُ فَلاَ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
“Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, hendaknya kamu mengajak yang ma’ruf  dan mencegah dari yang mungkar atau Allah akan mengirimkan bencana atas kalian, kemudian kalian berdoa namun tidak dikabulkan” (HR. Tirmidzi, hadits hasan)

Ya Robb kami, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentausa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.
Wallahu‘alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar