Kamis, 16 Mei 2013

Muslim Sejati


MENJADI MUSLIM SEJATI

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٣﴾
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Para sahabat adalah generasi terbaik yang pernah dimiliki oleh ummat Islam. Merekalah orang-orang hebat
yang mampu mengarahkan potensinya untuk tetap tegak berdiri dibarisan terdepan membela nabi Muhammad SAW disaat semua orang lari tunggang langgang meninggalkannya. Merekalah yang menyayangi Rasulullah dengan sepenuh kasih melebihi kasihnya pada dirinya sendiri disaat orang-orang mendustakannya. Bukan tanpa ujian dan rintangan  mereka melakukan semua itu, pastinya jalan yang mereka tempuh penuh dengan onak, duri bahkan banyak jurang yang sangat curam ketika melaluinya. Walaupun demikian, mereka sadar disinilah letak nikmatnya sebuah perjuangan.
Sebut saja Yasir dan istri tercintanya Sumayyah, yang merupakan budak kesayangan Umayyah bin Khalaf. Keduannya tercatat sebagai seorang syahid dan syahidah pertama dalam Islam. Apakah kesyahidan mereka didapat dengan santai-santai dan duduk-duduk
manis dirumah tuannya? Oh ... tentu tidak. Mereka menebus kesyahidan dengan jiwa dan raga mereka. Ketika telunjuk telah terangkat keatas dan lisan telah mengucapkan Laa ilaaha illallah, disaat itulah warna-warni perjuangan didapatkan. Siksaan demi siksaan diteguknya. Hingga Sumayyah menghadap Allah dengan kemaluan yang tusuk dengan tombak hingga tembus kebelakang. Subhanallah ! Begitu pula sang suami yang menjumpai Allah dengan kondisi yang lebih menyedihkan. Sungguh hadiah terindah bagi mereka berdua. Hingga nabi berkata, “Kesabaranlah atas keluarga Yasir dan surgalah bagi mereka berdua”.
Sahabat yang lain, Abdullah bin Hudzafah bahkan tak mundur dari Islam saat diancam hendak direbus hidup-hidup oleh Heraklius. Tawaran masuk Nasrani ditolaknya mentah-mentah, meski di iming-imingi hadiah separuh kerajaan Romawi. Baginya, nilai Islam dalam sekejap mata lebih berharga dari seluruh kerajaan Romawi.
Mengapa mereka mampu melakukan semua itu? Kekuatan apakah yang menjadikan mereka bertahan dari derasnya arus penyiksaan musuh-musuh Allah hingga harta, keluarga bahkan nyawa menjadi taruhannya? Tidak ada jawaban lain kecuali karena rasa keimanan yang telah tertancap kokoh di dalam hati mereka terhadap apa yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Mereka sadar kehidupan yang hakiki bukanlah di alam dunia tetapi di akhirat kelak. Sehingga apapun yang mereka rasakan dalam memperjuangkan Islam adalah sebagai penguat dari manisnya keimanan dalam diri mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah :
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ: مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّار
Ada tiga hal yang  barangsiapa menetapinya ia akan merasakan manisnya iman: (1) orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi segala-galanya, (2) orang yang mencintai orang lain hanya karena Allah (3) orang yang enggan kembali kafir setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran sebagaimana ia enggan untuk dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Bukhari dan Muslim)
Mereka betul-betul merasakan, betapa indah dan bahagianya hidup dalam naungan Islam. Tidak ada anugerah terindah yang paling Istimewa selain dari pada Islam. Sehingga walaupun ditukar dengan seisi dunia mereka tidak akan melepaskannya walau hanya seujung kuku. Tidak sudi menyekutukan Allah dengan mengganti keislaman walau raga harus dipotong-potong atau dibakar. Mereka benar-benar merasakan firman Allah,
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al Maidah : 3)
Berbanding terbalik dengan kondisi hari ini, dimana Islam hanya dijadikan komoditi untuk dijual menurut selera pasar. Ketika ajaran Islam selaras dengan kemauan pasar maka dengan secepat kilat langsung diamalkan. Tetapi ketika nilai-nilai Islam bertabrakan dengan keinginan pasar maka dengan sebegitu mudahnya ditinggalkan, bahkan ironisnya ada yang sampai berani mengatakan ajaran ini sudah tidak relevan, ketinggalan zaman, tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan sehingga sebaiknya dihapus dari kumpulan hukum Islam. Naudzubillahi mindzalik. Betapa lancang dan tidak beradabnya.
Mengapa hal ini dapat terjadi?  Beberapa faktor pendorong terjadinya hal ini adalah tipisnya keimanan, minimnya pemahaman, kalaupun paham terkadang berasal dari sumber yang kurang  tepat hingga pada akhirnya Islam tak lagi dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa. Tetapi seakan menjadi barang obralan yang bebas ditawar siapa saja yang ingin memakainya. Seakan Islam disandangnya secara kebetulan bukan karena keinginan ataupun kebutuhan. Yang karenanya pula, tak ada beban bagi mereka untuk melepas sebagian atau bahkan keseluruhan, tak ada rasa bersalah jika sesekali syariat disandang dan di kali yang lain ditendang.
Peristiwa seperti ini lazim ditemui pada saat ini dan bahkan terus berkembang seiring dengan mendominasinya hawa nafsu yang terus menerus dijejalkan para setan jin dan manusia, sehingga terkadang tanpa sadar telah mengaburkan tapal batas antara keimanan dan kekafiran dalam diri seseorang. Hingga garis pembeda antara haq dan bathil makin tersamarkan. Hal ini akan berakibat munculnya persepsi bahwa tiada lagi keistimewaan Islam diatas keyakinan yang lain. Tiada pula sisi kemuliaan mukmin dibanding orang kafir, atau antara ahli tauhid dibanding ahli syirik. Padahal hanya Islamlah yang diridhai oleh Allah. Allah berfirman :
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imran : 19)
Sehingga bila kita memilih selain Islam niscaya tiadalah ia akan membawa kebaikan di dunia dan akhirat tetapi sebaliknya kebinasaanlah yang akan ditemui. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٨٥﴾
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imran ; 85)
Benarlah perkataan sahabat Umar bin Khattab RA ketika turun ayat ini, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Harun bin Antharah, dari ayahnya ia mengatakan, “ketika turun ayat ini, ‘Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,’  pada hari haji Akbar maka Umar menangis. Melihat hal itu, Nabi SAW bertanya, ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Ia menjawab, ‘Yang membuatku menangis bahwa sebelumnya (pemeluk) agama kita ini terus bertambah. Adapun jika sudah sempurna, maka tidaklah sesuatu itu sempurna melainkan selanjutnya akan berkurang  (kualitas keimanan pemeluknya). Beliau menimpali, ‘Kamu benar.’ (Ath Thabari (IX/519)) Pengertian ini dikuatkan oleh hadits shahih,
إِنَّ اْلإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيْبًا وَ سَيَعُوْدُ غَرِيْبًا، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Sesungguhnya  Islam mula-mula datang dalam keadaan asing, dan akan kembali lagi dalam keadaan asing, maka beruntunglah bagi orang yang asing.” (HR. Muslim)
Nabi secara tegas memberitakan kesudahan bagi siapapun yang tidak mengambil Islam sebagai pedoman hidup,
لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ أُمَّتِي يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ مَاتَ وَلاَ يُؤْمِنُ بِمَا جِئْتُ بِهِ إِلاَّ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tiada seorangpun dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang aku bawa dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)
Seseorang yang merasa memiliki Islam dan menjadikan Islam sebagai darah dan dagingnya, tentu tidak akan tertarik dengan ajakan pendangkalan terhadap nilai keagungan Islam yang diusung oleh kaum liberal atau yang sejenisnya. Tak hanya itu, keyakinannya atas kebenaran Islam dia wujudkan dengan mendalami ilmunya, mengamalkannya, mendakwahkannya dan membelanya dari serangan yang dilancarkan oleh musuh-musuhnya, begitulah seharusnya menjadi seorang muslim yang Robbani. Nas’alullahal aafiyah. (Abu Hafizh Al Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar