Ketika Amal Dikembalikan Kepada Pemiliknya
يَوْمَ
تَجِدُ
كُلُّ
نَفْسٍ
مَّا
عَمِلَتْ
مِنْ
خَيْرٍ
مُّحْضَراً
وَمَا
عَمِلَتْ
مِن
سُوَءٍ
تَوَدُّ
لَوْ
أَنَّ
بَيْنَهَا
وَبَيْنَهُ
أَمَداً
بَعِيداً
وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ
نَفْسَهُ
وَاللّهُ
رَؤُوفُ
بِالْعِبَادِ
﴿٣٠﴾
Pada
hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya),
begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; Ia ingin kalau kiranya antara
ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap
diri (siksa) Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. (QS. Ali
Imran : 30)
H
|
ari
kiamat dan kejadian-kejadian yang akan terjadi setelah bumi dihancurkan adalah
peristiwa yang sungguh besar dan menakutkan. Bulu kuduk serasa berdiri ketika
merenungkan keadaan ketika itu. Saat itu Sang Pemilik alam semesta menunjukkan
murka-Nya yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hingga para nabi sekalipun tak
berani berbuat apa-apa ketika sekelompok orang meminta
syafaat kepada mereka,
disebabkan takut kepada Allah. Masa menanti perhitungan yang sangat lama dengan
kondisi yang sungguh mencekam. Abdullah bin Amr bin Ash pernah berkata,
Rasulullah membaca firman Allah “(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri
menghadap Rabb semesta alam. (QS. Al Muthaffifin 6). Lalu beliau bersabda,
“Bagaimana nasib kalian saat Allah mengumpulkan kalian sebagaimana mengumpulkan
anak panah di wadahnya selama 50.000 tahun, kemudian Allah tidak memperhatikan
kalian (HR. Al Hakim, beliau mengatakan shahih, adz Dzahabi menyepakatinya
begitupula dengan al Albani)
تُدْنَى
الشَّمْسُ
يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
مِنَ
الْخَلْقِ
حَتَّى
تَكُونَ
مِنْهُمْ
كَمِقْدَارِ
مِيلٍ
“Matahari didekatkan kepada manusia
pad hari kiamat hingga jaraknya dari mereka hanya satu mil” (HR. Muslim)
Sulaim bin Amir yang meriwayatkan hadits
ini mengatakan, “Demi Allah aku tidak
tahu maksud satu mil. Apakah yang dimaksud mil adalah satuan jarak ataukah
‘mil’ yang biasa dipakai manusia untuk bercelak mata. Masya Allah, betapa
panasnya kala itu. Bayangkan saja matahari yang jaraknya lebih kurang 150 juta
km kini hanya berjarak satu mil. Sehingga manusia akan tenggelam dengan
keringatnya masing-masing sesuai dengan kadar amalnya masing-masing.
Sungguh aneh, bila ada seseorang yang dengan
mudah dan tenangnya berbuat maksiat sementara peristiwa-peristiwa besar dan
menakutkan akan dihadapinya kelak. Jiwa yang terpancari oleh cahaya iman akan
tahu, apa yang harus dilakukan saat hati mengidap gejala sakit atau membatu
yang ketika itu senantiasa ingin berbuat maksiat. Khalifah Abdul Malik bin
Marwan, saat mendeteksi adanya bibit penyakit dalam hati berkata kepada Al
Manshur, “Bacakanlah kepadaku suatu ayat dari kitabullah, karena hal itu bisa
menjadi obat bagi penyakit di dada, dan karena al Qur’an adalah penyembuh dan
cahaya.”
Dari
ribuan ayat al Qur’an, Al Manshur memilih untuk membacakan firman-Nya, “Pada
hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya),
begitu juga kejahatan yang telah dikerjakannya.” (QS. Ali Imran : 30).
Tampaknya, ayat yang dibacakan oleh Al Mashur tersebut begitu hebat menancap di
ulu hati sang khalifah, hingga menyebabkan beliau pingsan seketika. Diantara
yang beliau ucapkan setelah siuman dari pingsannya adalah, “Sungguh,
barangsiapa yang memikirkan ayat ini, lalu dia tetap nyaman dalam kemaksiatan
maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.”
Kaleidoskop
Akbar pun dimulai
Hari itu, jejak rekam peristiwa yang telah
dilakukan oleh setiap bani Adam akan diperlihatkan di hadapannya. Tiada satupun
yang disembunyikan dan terlewatkan, tentang secuil ketaatan, dan serentetan
dosa yang telah dibuatpun terpampang di depan mata. Hingga orang-orang yang
dzalim pun terbelalak kaget dan berkata : "Aduhai celaka kami, kitab
apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,
melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka
kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun".
(QS. Al Kahfi : 49) Dengan kata lain semua yang tersembunyi akan terlihat
jelas. Itulah hari dibukanya topeng kemunafikan, ditelanjanginya segala bentuk
kedustaan, disingkapnya segala makar kejahatan.
“Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.”
(QS. Al Buruj : 3), perjalanan bani Adam pun akan semakin berat
ketika para saksi dihadapkan satu persatu dihadapannya. Bumi akan bercerita
tentang apa yang terjadi di atasnya dahulu (QS.
Az Zalzalah ; 4). Para malaikat pencatat pun turut hadir memberikan
komentarnya terhadap kita. Allah juga menjadi saksi atas segala perbuatan kita.
Tangan, kaki dan semua jasad juga menjadi saksi kunci yang teramat kuat.
Sementara lisan terkunci rapat, tak kuasa membantah meski hanya sepatah kata
pun.
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan
berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka
terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. “ (QS. Yaasin : 65)
Anas bin Malik menceritakan, “Suatu kali kami
bersama Nabi SAW dan tiba-tiba beliau tertawa dan berkata, “Tahukah kalian, apa
yang membuat aku tertawa?” Kami menjawab, “Allah dan RasulNya lebih tahu.” Lalu
beliau bersabda,
مِنْ
مُخَاطَبَةِ
الْعَبْدِ
رَبَّهُ،
يَقُولُ
يَا
رَبِّ
أَلَمْ
تُجِرْنِي
مِنَ
الظُّلْمِ
قَالَ:
يَقُولُ
بَلَى
فَيَقُولُ
فَإِنِّي
لَا
أُجِيزُ
عَلَى
نَفْسِي
إِلَّا
شَاهِدًا
مِنِّي
قَالَ
فَيَقُولُ
كَفَى
بِنَفْسِكَ
الْيَوْمَ
عَلَيْكَ
شَهِيدًا
وَبِالْكِرَامِ
الْكَاتِبِينَ
شُهُودًا
قَالَ
فَيَخْتِمُ
عَلَى
فِيهِ
فَيُقَالُ
لِأَرْكَانِهِ
انْطِقِي
“Karena
perbincangan seorang hamba dengan Rabbnya. Hamba itu berkata, “Wahai Rabbi,
bukankah Engkau bebaskan hamba dari kezhaliman?” Allah berfirman, “Ya.” Hamba
itupun berkata, “Kalau begitu, hamba tidak mau menerima saksi lain kecuali
saksi dari diriku sendiri.” Lalu Allah berfirman, “Cukuplah dirimu sendiri yang
menjadi saksi pada hari ini dan al Kiraamul kaatibun menjadi saksi!” lalu
lisanpun dikunci, kemudian dikatakan kepada seluruh anggota badan,
“Berbicaralah!.” (HR. Muslim)
Kalau demikian, masihkah hati tergiur untuk
mencicipi ‘manisnya’ dosa? Adakah nafsu tergoda untuk melakukan tindakann
durjana?
· Maha Kasih
Allah kepada hamba-Nya
Setiap mukmin pasti berharap terselamatkan
dari adzab Allah yang sangat besar ketika itu. Mereka menyadari bahwa sekuat
apapun menjaga diri, pasti pada suatu masa pernah terjerumus melakukan maksiat
walau kecil bentuknya. Betapa malunya ketika itu, bila kemaksiatan dibukakan di
hadapan Allah dan seluruh manusia hingga siapapun bisa melihatnya. Rasa takut
dan harap pun bercampur aduk menjadi satu. Berharap semoga Allah menutupi
dosa-dosa yang telah diperbuat.
Dari keterangan yang diberikan nabi, ternyata
ada secercah harapan agar kelak di akhirat Allah tidak memperlihatkan dosa-dosa
yang telah dilakukan. Dengan taubat nasuha, berhenti, menyesal, bertekad untuk
tidak mengulanginya dan memohon ampunan Allah. Imam Muslim meriwayatkan dalam
Shahihnya dari Abu Dzar bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya aku tahu orang
terakhir yang masuk jannah, dan yang terakhir keluar dari neraka. Ada
seseorang didatangkan pada hari kiamat,
lalu dikatakan, “Perlihatkan kepadanya dosa-dosa kecilnya!” Lalu dikatakan
kepada orang itu, “Kamu telah melakukan ini, ini dan itu pada hari anu. Dan kamu juga berbuat
ini, ini dan itu pada hari anu.” Orang itu berkata benar, “Benar,” ia tidak
kuasa untuk mengelak, sedangkan ia masih mengkhawatirkan ditampakkannya dosa
besar yang pernah dilakukannya. Lalu dikatakan kepadanya, “Bagimu, setiap
keburukan (dihapus dan) diganti dengan kebaikan.” Lalu hamba itu berkata,
“Wahai Rabbi, saya melakukan suatu dosa yang tidak saya lihat disini?” Sungguh
aku (Abu Dzar) melihat nabi tertawa hingga kelihatan gerahamnya.” (HR. Muslim)
Allahu Akbar betapa Allah begitu kasih kepada
para hamba-Nya yang bertaubat dan mengganti keburukan dengan kebaikan. “kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan
mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS. Al Furqan : 70) Ya Allah, tutuplah aurat kami dan
amankanlah rasa takut kami. Aamiin.
(Abu
Hafizh Al Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar