Kamis, 16 Mei 2013

Nasehat Secarik Kertas


Nasihat Secarik Kertas
 Zainuddin

S
uatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Keluhannya berisikan kata-kata, "Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi lagi belum datang sesuap nasi atau makanan pun di
kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah lunglai. Oh, manakah hati yang belas kasih yang sudi memberi curahan air walaupun setitik."
Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah merasa kasihan lalu beliau pun balik ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. ketika dia sampai ke rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi uang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya. Si malang terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas beliau tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, terlihatlah bungkusan itu berisi uang dan secarik kertas yang bertuliskan, " Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh sedemikian itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh atas nasibmu. Ingatlah kepada rahmat dan kasih sayang Allah dan mohonlah kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus."
Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melalui lagi rumah itu dan suara keluhan itu kedengaran lagi, "Ya Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kemarin, sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai untung nasibku."
Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan secarik kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlihat sangat senang  mendapatkan bungkusan itu. Lantas terus membukanya.
Seperti yang kemarin juga, di dalam bungkusan itu ada secarik kertas lalu dibacanya, "Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian 'malas' namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah. Sungguh tidak ridho Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan….jangan berbuat demikian. Kalau ingin senang harus mau bekerja dan berusaha karena kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak boleh hanya duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah tidak akan perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengkabulkan doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah…carilah segera pekerjaan, saya doakan lekas mendapat hasil."
Setelah dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insaf dan sadar akan kemalasannya. Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak hari itu, sikapnya pun berubah mengikut aturan Allah dan tidak melupakan nasehat yang diberikan kepadanya dalam secarik kertas itu.
Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir (QS. Yusuf : 87)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar