TATA CATA MENUNTUT ILMU
Barang siapa belum menekuni dasar-dasar ilmu, niscaya tidak akan bisa
menguasai ilmu yang diinginkan. Barang siapa yang ingin mendapatkan
ilmu langsung sekaligus, maka ilmu itu akan hilang dari dia secara
sekaligus pula. Ada sebuah ungkapan: "Penuh sesaknya ilmu yang
didengarkan secara berbarengan akan menyesatkan pemahaman." Dari sini,
maka harus ada pendasaran terhadap setiap ilmu yang ingin engkau kuasai
dengan cara menekuni dasar-dasar ilmu dan kitab yang ringkas pada
seorang guru yang mumpuni, bukan dengan cara otodidak saja serta harus
berjenjang dalam belajar.
Allah SWT berfirman (yang artinya), "Dan Al-Qur'an itu telah
kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian." (Al-Israa': 106).
"Berkatalah orang-orang kafir: 'Mengapa Al-Qur'an itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?' Demikianlah supaya Kami
perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur
dan benar)." (Al-Furqaan: 32).
Dasar ilmu itu didasarkan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah juga pada
beberapa kaidah yang diambil dari hasil penelitian dan pengamatan yang
sempurna terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ini adalah yang paling
penting yang harus dikuasai oleh seorang penuntut ilmu.
Sebagai contoh adalah kaidah: "Di mana ada kesulitan di situ
ada kemudahan." Kaidah ini bersuddmber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Dalil dari Al-Qur'an di antaranya sebagai berikut. ".... Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan ...." (Al-Hajj: 78). Adapun dalil dari As-Sunnah adalah sabda Rasulullah saw. kepada Umran bin Hushain: "Shalatlah dengan berdiri, lalu jika engkau tidak mampu maka dengan duduk, dan kalau tidak mampu juga maka dengan berbaring." (HR Bukhari). Juga, sabda beliau, "Kalau saya perintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, maka kerjakanlah semampu kalian." (HR Bukhari dan Muslim).
Ini adalah sebuah kaidah yang jika engkau membawakan seribu masalah
yang bermacam-macam, niscaya engkau akan bisa menghukuminya berdasarkan
pada kaiah ini. Namun, seandainya engkau tidak mengetahui sebuah
kaidah, engkau akan sulit memecahkan meskipun hanya dua permasalahan
sekalipun.
Berikut ini beberapa perkara yang harus engkau perhatikan pada setiap disiplin ilmu yang hendak engkau pelajari.
- Menghafal kitab ringkasan tentang ilmu tersebut.
- Menguasainya dengan bimbingan guru yang ahli di bidangnya.
- Tidak menyibukkan diri dengan kitab-kitab besar yang panjang lebar merinci permasalahan sebelum menguasai pokok permasalahannya.
- Tidak pindah dari satu kitab ke kitab lainnya tanpa ada sebab (tuntutan), karena ini termasuk sifat bosan.
- Mencatat faidah dan kaidah ilmiah.
- Membulatkan tekad untuk menuntut ilmu dan meningkatkan keilmuannya, serta penuh perhatian dan mempunyai keinginan keras untuk bisa mencapai derajat yang lebih tinggi sehingga bisa menguasai kitab-kitab besar dan panjang lebar dengan sebuah dasar yang kokoh.
Pertama, Menghafal Kitab yang Ringkas tentang Ilmu Tersebut
Misalnya, kalau engkau menginginkan mempelajari ilmu nahwu,
hafalkanlah kitab yang ringkas tentang nahwu. Kalau baru mulai belajar,
engkau bisa menghafalkan Al-Ajrumiyyah, karena kitab ini jelas dan lengkap. Lalu, lanjutkan ke matan Alfiyah karya Imam Ibnu Malik, karena kitab ini adalah inti sari ilmu nahwu.
Dalam ilmu fiqih, hafalkanlah kitab Zaadul Mustaqni',
karena kitab ini telah disyarah (diulas), diberi catatan kaki, dan
diajarkan, meskipun sebagian matan yang lain ada yang lebih baik dari
satu sisi, namun kitab ini lebih baik dari sisi banyaknya permasalahan
yang terdapat padanya, juga dari sisi sudah diberi syarah dan catatan
kaki.
Dalam ilmu hadits, hafalkanlah 'Umdatul Ahkaam, dan kalau mau lebih, hafalkanlah Buluughul Maraam. Dan, kalau engkau baru memilih salah satu di antara keduanya, hafalkanlah Buluughul Maraam
saja, karena kitab ini lebih baik dan haditsnya lebih banyak, juga
karena pengarangnya Al-Hafizh Ibnu Hajar telah menjelaskan derajat
haditsnya, yang hal ini tidak terdapat pada kitab 'Umdatul Ahkam. Walaupun sebenarnya derajat hadits pada kitab 'Umdatul Ahkam sangat jelas, karena kitab ini tidak memasukkan kecuali hadits yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Dalam ilmu tauhid, yang terbaik adalah kitab Tauhid
karya Syaikul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab. Dan, akhir-akhir ini
sudah ada yang menakhrij hadits-haditsnya serta menjelaskan yang dha'if
pada sebagiannya.
Dalam bab nama dan sifat Allah, yang terbaik adalah kitab Al-Aqiidah al-Waasithiyyah
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Kitab ini lengkap, penuh berkah dan
faedah. Dan, begitu seterusnya, ambillah dalam setiap disiplin ilmu
kitab yang ringkas, lalu hafalkanlah.
Kedua, Menghafalnya dengan Bimbingan Guru yang Ahli di Bidangnya
Mintalah keterangan kitab yang engkau pelajari kepada seorang
guru yang baik, ahli, dan amanah. Hal ini agar lebih selamat dari
penyimpangan pemahaman. Juga, engkau akan lebih mudah dalam memahami
dan lebih cepat.
Imam Ash-Shafadi berkata: "Oleh karena itu, para ulama berkata:
'Janganlah kamu belajar dari seorang shahafi (orang yang belajarnya
otodidak) juga jangan dari mush-hafi (orang yang belajar baca Al-Qur'an
secara otodidak).' Maksudnya, jangan kamu belajar Al-Qur'an dari
seseorang yang hanya belajar lewat mush-haf, dan jangan belajar hadits
dan ilmu lainnya dari orang yang belajarnya otodidak."
Oleh karena itu, kita dapati ribua biografi para ulama dari zaman ke
zaman dalam berbagai dimensi ilmu selalu penuh memuat nama-nama guru
dan murid-muridnya, baik yang sedikit maupun banyak. Dan, lihatlah para
ulama yang banyak gurunya, sehingga ada di antara mereka yang gurunya
mencapai ribuan, sebagaimana biografi ulama bujangan dalam kitab Al-Isfaar.
Tidak disarankannya belajar secara otodidak atau kepada orang yang
belajarnya otodidak dimaksudkan untuk terhindar dari bacaan atau
pemahaman yang menyimpang. Dan, tidak disarankannya belajar tanpa guru
jika kitab yang engkau baca tidak ada keterangnnya. Adapun kalau kitab
itu ada keterangannya seperti mush-haf Al-Qur'an yang terdapat pada
zaman sekarang, maka urusannya lain. Karena, hal itu sudah jelas.
Tetapi, jika kitab yang engkau baca itu tidak ada penjelasannya atau
keterangannya, hendaknya engkau didampingi oleh seorang guru agar
terhidar dari bacaan atau pemahaman yang salah.
Ketiga, Tidak Menyibukkan Diri dengan Kitab-Kitab Besar dan Panjang
Ini masalah yang penting bagi pelajar, yaitu hendaknya dia menguasai
kitab-kitab yang ringkas terlebih dahulu, baru nanti masuk pada
kitab-kitab yang besar. Tetapi, ada sebagian pelajar yang bersikap
aneh, dia mempelajari kitab yang besar, lalu apabila duduk di sebuah
majelis ilmu, dia berkata, "Telah berkata pengarang kitab ini, berkata
pengarang kitab itu, dan seterusnya." Ini untuk menunjukkan bahwa dia
banyak membaca kitab. Bagi pelajar pemula, ini langkah yang tidak
tepat. Kami nasihatkan, mulailah dari kitab yang kecil dan ringkas,
lalu apabila sudah engkau kuasai dengan baik, barulah engkau
menyibukkan diri dengan kitab-kitab yang besar dan panjang.
Keempat, Jangan Berpindah dari Satu Kitab ke Kitab Lainnya tanpa Ada Sebab
Berpindah dari satu kitab ke kitab lainnya, baik kitab yang
ringkas atau yang tebal-tebal, merupakan penyakit yang berbahaya, yang
akan bisa memutus pelajaran seseorang serta membuang-buang waktunya.
Kecuali, hal itu ada sebabnya, misalnya engkau tidak menemukan guru
yang bisa mengajarkan kitab itu, tetapi menemukan guru lain yang bagus
dan amanah yang mengajarkan kitab ringkas lainnya.
Kelima, Mencatat Faedah dan Kaidah Ilmiah
Ini juga perkara yang penting. Kalau ada sebuah faedah yang
hampir-hampir tidak pernah terbayangkan di pikiran atau jarang disebut
dan dibahas atau ada perkara baru yang perlu untuk diketahui hukumnya,
segeralah menulis dan mencatatnya, jangan berkata: "Itu sesuatu yang
saya ketahui dengan baik, tidak perlu mencatatnya, insya Allah saya
tidak akan lupa." Karena, engkau akan sanat cepat melupakannya.
Adapun mengenai kaidah, pahamilah dengan baik serta
bersungguh-sungguhlah dalam memahami apa yang disebutkan para ulama
tentang alasan sebuah hukum. Karena, semua alasan yang berhubungan
dengan hukum masalah fiqih bisa dianggap sebuah kaidah karena merupakan
dalil dari sebuah hukum. Alasan dan sebab ini sangat banyak dan setiap
sebab mencakup banyak permasalahan lainnya. Misalkan kalau ada yang
berkata, "Apabila ada orang yang ragu-ragu apakah air ini suci atau
najis, maka hukumnya didasarkan pada yang diyakininya." Ini merupakan
sebuah hukum sekaligus sebuah kaidah, karena pada dasarnya segala
sesuatu itu sama dengan keadaan sebelumnya. Jadi, apabila Anda
ragu-ragu tenang kejanisan sesuatu yang suci, maka pada dasarnya ia
suci. Atau sebaliknya, ragu-ragu tentang sucinya sesuatu yang najis,
maka pada dasarnya najis. Karena, pada dasarnya segala sesuatu tetap
pada keadaan semula.
Oleh karena itu, seandainya seseorang setiap kali menemukan
alasan hukum semacam ini, lalu memahaminya dan menguasainya, kemudian
digunakan untuk menjawab berbagai permasalahan, maka ini merupakan
sebuah faidah yang besar bagi dirinya maupun orang lain.
Keenam, Membulatkan Tekad untuk Menuntut Ilmu dan
Meningkatkannya, Penuh Perhatian dan Mempunyai Keinginan Keras untuk
Bisa Mencapai Derajat yang di Atasnya sehingga Bisa Menguasai
Kitab-Kitab Besar dan Pnjang Lebar dengan Sebuah Dasar yang Kokoh
Seorang pelajar hendaknya membulatkan tekad untuk menuntut ilmu. Jangan
tengok kanan, tengok kiri. Sehari belajar, sehari untuk buka toko,
besoknya lagi untuk jualan sayuran. Perbuatan ini tidak disarankan.
Selama engkau masih yakin bahwa belajar adalah jalan hidupmu,
maka bulatkan tekad dan konsentrasikan pikiranmu padanya, serta
bertekadlah untuk bisa terus maju, jangan jalan di tempat. Pikirkanlah
apa yang sudah engkau kuasai dari berbagai dalil dan permasalahan
sehingga engkau bisa semakin naik tingkat sedikit demi sedikit.
Ketahuilah, bahwa mempelajari kitab-kitab yang ringkas kemudian
baru kitab-kitab yang panjang yang dibuat untuk pendasaran dalam
belajar oleh para ulama berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya,
tergantung perbedaan madzhab dan tergantung pula dengan ilmu yang
dikuasai oleh para ulama di daerah tersebut. Juga, keadaan ini berbeda
antara satu murid dengan yang lainnya karena perbedaan tingkat
kepahaman, kekuatan atau lemahnya persiapan, bebal atau encernya otak.
Sumber: Diringkas dari Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj.
Ahmad Sabiq, Lc (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005); judul asli: Syarah Hilyah Thaalibil 'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (Maktabah Nurul Huda, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar