PEMBUNUH SERATUS NYAWA
Pengantar
Laki-laki ini tenggelam di dalam dosa. Dia telah membunuh
seratus orang. Membunuh adalah perkara besar di sisi Allah, dosa agung
di sisi-Nya. Akan tetapi, tidak ada dosa yang pelakunya tidak tercakup
oleh rahmat Allah. Allah mengampuni seluruh dosa jika seorang hamba
kembali kepada-Nya dan bertaubat. Manakala laki-laki yang bermandikan
darah seratus orang in mengetuk pintu Tuhannya dengan benar, dia kembali
kepada-Nya dengan penuh taubat. Maka Allah mengampuni dan
menyayanginya.
Teks Hadis
Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Said Al-Khudri dari
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, "Pada Bani
Israil terdapat seorang laki-laki yang telah membunuh seratus orang.
Lalu dia pergi bertanya dengan mendatangi seorang rahib. Dia bertanya,
'Adakah taubat untukku?' Dia menjawab, 'Tidak ada.' Maka dia
membunuhnya.
Dia bertanya-tanya, lalu seorang laki-laki berkata kepadanya,
'Datanglah ke desa ini dan ini.' Saat dalam perjalanan itulah dia
dijemput oleh maut. Maka malaikat rahmat dan malaikat adzab berselisih.
Maka Allah mewahyukan kepada ini, 'Mendekatlah.' Dan Allah mewahyukan
kepada ini, 'Menjauhlah.' Lalu berkata, 'Ukurlah antara keduanya. Maka
dia lebih dekat kepada ini(desa yang dituju) satu jengkal. Dan dia
diampuni."
Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Said
Al-Khudri bahwa Nabiyullah bersabda, "Pada umat sebelum kalian
terdapat seorang laki-laki pembunuh sembilan puluh sembilan nyawa. Dia
bertanya tentang penghuni bumi yang paling alim(pintar). Dia ditunjukkan
kepada seorang rahib, dan dia mendatanginya. Dia berkata bahwa dia
telah membunuh sembilan puluh sembilan nyawa, maka adakah taubat
untuknya? Rahib itu menjawab, 'Tidak.' Dan dia membunuhnya untuk
menggenapkan hitungan menjadi seratus.
Kemudian dia bertanya tentang penduduk bumi yang paling alim.
Dia pun ditunjukkan kepada seorang alim. Dia berkata bahwa dia telah
membunuh seratus orang, lalu apakah dia masih bisa bertaubat? Dia
menjawab, 'Ya, siapa yang menghalanginya dari taubat. Pergilah ke kota
ini dan ini, karena di sana terdapat orang-orang yang beribadah kepada
Allah. Maka beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka. Jangan pulang
ke kotamu karena ia adalah kota yang buruk.'
Lalu dia berangkat. Di tengah perjalanan, dia mati. Malaikat
rahmat dan malaikat adzab berselisih tentangnya. Malaikat rahmat
berkata, 'Dia datang dengan taubat, datang dengan hatinya kepada Allah.'
Malaikat adzab berkata, 'Dia belum melakukan kebaikan apapun.' Lalu
malaikat yang berwujud manusia datang kepada mereka, dan mereka
menjadikannya hakim di antara mereka. Dia berkata, 'Ukurlah antara kedua
kota itu. Ke mana dia lebih dekat, maka ia untuknya.' Lalu mereka
mengukurnya, dan mereka mendapatkannya, dan mereka mendapatkannya lebih
dekat kepada kota yang dia tuju. Maka malaikat rahmat mengambilnya."
Qatadah berkata bahwa Hasan berkata, "Dikatakan keapda kami
bahwa ketika dia mati, dia miring dengan dadanya."
Takhrij Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Ahadisil
Anbiya, 6/512, no.3470. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabut
Taubah, bab diterimanya orang yang bertaubat (4/2118), no.2766.
Hadis ini Syarah Shahih Muslim An-Nawawi,17/235.
Penjelasan Hadis
Kisah ini membuka pintu harapan bagi setiap pendosa, seberapapun
besar dosa dan kejahatannya. Kisah seorang laki-laki yang tenggelam
dalam dosa dan kemaksiatan. Rasulullah menyampaikan bahwa laki-laki ini
membunuh seratus orang. Akan tetapi, dosa-dosa ini belum mencerabut
seluruh benih dan cikal bakal kebaikan dalam dirinya. Masih tersisa di
relung jiwanya secercah cahaya, setitik rasa takut kepada Tuhannya.
Mungkin dia bertanya-tanya antara diri dan jiwanya, apakah hubungan
dengan Tuhannya telah terputus sehingga tidak mungkin lagi dia kembali
kepada-Nya, ataukah di sana masih terdapat harapan di manakah posisi
dirinya dari Tuhannya jika dia kembali kepada-Nya?
Dia tidak mampu memberi jawaban untuk dirinya sendiri. Orang
seperti dia, yang hanyut dalam dosa-dosa pasti tidaklah berilmu. Oleh
karena itu, dia keluar dari rumah untuk mencari seorang alim yang bisa
memberinya fatwa dan menjawab pertanyaannya. Dia menyadari bahwa
persoalannya sangatlah besar. Hanya orang dengan ilmu besar yang bisa
mengatasinya, sehingga dia tidak bertanya tentang orang alim, tetapi
orang yang paling alim.
Orang yang ditanya pertama kali tidak mampu menunjukkan penduduk
bumi teralim, dia hanya bisa menunjukkan seorang rahib. Para rahib
banyak beribadah tetapi minim ilmu, dan orang awam bisa tertipu dengan
orang-orang seperti itu. Mereka menyangka bahwa banyak ibadah berarti
banyak ilmu, lalau mereka datang dan belajar kepada mereka serta meminta
fatwa kepada mereka. Dan para rahib ini pun melakukan kesalahan; jika
dia tertipu dengan datangnya orang-orang kepadanya, maka dia pun memberi
fatwa tanpa ilmu. Semestinya mereka berterus terang dengan menjelaskan
secara terbuka tentang keadaan diri mereka. Jika mereka memang tidak
mengetahui, hendaknya berkata 'Allahu a'lam' dan mempersilahkan
untuk bertanya kepada orang lain yang mempunyai ilmu.
Laki-laki ini mendatangi rahib itu. Rahib itu menyimak
persoalannya. Dia merasa dosa orang ini sangat besar, dia mengira rahmat
Allah tidak cukup untuk menaunginya. Dan orang seperti laki-laki ini,
rahmat Allah tidak cukup untuk meliputinya. Sungguh anggapan ini adalah
kebodohan.
Jika dugaan rahib ini benar, maka pelaku kejahatan akan semakin
bertambah banyak. Seorang penjahat jika dia telah putus harapan dari
rahmat Allah dan dia mengetahui bahwa jalan kembali kepada-Nya telah
tertutup, maka hal ini akan semakin mendorongnya untuk lebih mendalam
menyelami kejahatan dan kerusakan. Hal ini dibuktikan oleh laki-laki
ini. Manakala dia mendengar bahwa pintu taubat telah tertutup dan bahwa
rahmat Allah tidak menaunginya, dia pun bertambah nekat dan rahib itu
menjadi pelengkap korban yang keseratus.
Sepertinya rahib ini di samping tidak berilmu, dia juga tidak
mengetahui tabiat manusia. Jika dia mengetahuinya, niscaya dia tidak
menjawab dengan segera. Semestinya dia mengambil langkah-langkah yang
sesuai untuk dirinya, seperti menghadirkan teman-temanya yang kuat di
sekelilingnya atau menjawab di balik tembok biaranya. Karena, orang
seperti laki-laki ini tidak lagi peduli, dia bisa membunuh hanya karena
alasan yang sepele, membunuh dan mengalirkan darah sudah menjadi
kebiasaannya.
Dia membunuh rahib itu. Dia tetap tidak puas dengan jawabannya.
Harapan kepada Allah baginya sangatlah besar, dan orang yang memberinya
fatwa adalah orang yang jahil tentang Allah. Dia memerlukan penegasan
dan seseorang yang mengenalkannya secara benar. Sekali lagi dia mencari
seorang alim yang kepadanya dia mengadukan masalahnya. Dia ditunjukkan
kepada seorang alim tentang Allah. Dia memang benar-benar alim. Oleh
karena itu, si alim ini berkata denga penuh keheranan kepada laki-laki
tersebut, "Siapa yang menghalangi dirimu dari taubat?" Pertanyaan yang
menyimpan pengingkaran dan keheranan. Ini menunjukkan bahwa ilmu
tersebut adalah sesuatu yang tidak memerlukan banyak pemikiran, sudah
ada di benaknya, dan tidak perlu bertanya. Sesungguhnya rahmat Allah itu
luas, meliputi orang ini dan orang sepertinya. Sebesar dan sebanyak apa
pun dosa itu, ia tetap ada harapan dari Allah.
Si alim ini tidak sekedar alim. Lebih dari itu, dia adalah
seorang pendidik. Oleh karenanya, dia tidak sekedar menjawab bahwa pintu
taubat masih terbuka lebar. Lebih dari itu, dia menunjukkan jalan yang
harus dilaluinya.Orang yang tengelam dalam dosa-dosa harus merubah jalan
hidupnya. Dia harus meninggalkan orang-orang sesat yang bergaul
dengannya dan hidup bersama mereka. Dia harus meninggalkan apa apa yang
ada pada dirinya selama ini. Dia harus pindah ke lingkungan yang baik
dan mendukungya kepada kebaikan juga menjauhi kemungkaran. Si alim itu
memerintahkan laki-laki yang ingin taubat ini agar meninggalkan desanya,
karena ia adalah desa yang buruk, lalu berhijrah ke tempat lain yang
telah ditentukan untuknya di mana di sana terdapat orang-orang yang
beribadah kepada Allah. Maka, di sana dia bisa bergaul bersama mereka
dan beribadah kepada Allah bersama mereka pula.
Laki-laki ini tidak menyia-nyiakan waktunya. Dia pergi ke desa
yang ditunjukkan oleh orang alim itu demi mencari lembaran baru.
Kehidupan yang bersih, baik dan lurus, agar bisa mencuci jiwa yang kotor
oleh dosa-dosa dan menghidupkannya dengan iman dan kebaikan.
Ketika laki-laki ini tiba di pertengahan jalan, ajalnya datang.
Kematian menjemputnya. Karena kuatnya keinginannya kepda taubat, pada
saat naza' terakhir dia memiringkan dadanya kea rah desa yang baik yang
ditujunya. Dia mati dalam keadaan ingin kembali kepada Allah, pergi ke
desa yang baik untuk beribadah kepad-Nya, meninggalkan seluruh hidupnya
yang sarat dengan dosa dan kejahatan di belakangnya. Selanjutnya,
bagaimana akhirnya? Tempat apa yang diraih di sisi Tuhannya?
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberitakan kepada kita
bahwa malaikat rahmat dan malaikat adzab berselisih tentangnya.
Masing-masing ingin menangani urusanya dan mengurusinya. Mereka
berkata,"Orang ini telah membuuh seratus nyawa." Sementara yang lainnya
berkata,"Dia telah bertaubat dan kembali kepada Allah. Dia datang
menghadap."
Maka Allah mengutus untuk mereka Malaikat dalam wujud seorang
manusia dan memerintahkan mereka agar menegukur jarak antara kedua
desanya, desa kerusakan dan kezhaliman dan desa orang-orang yang baik
lagi terpilih, lalu Allah memerintahkan desa yang baik untuk mendekat
dan desa yang berpenduduk zhalim agar menjauh, maka mereka mendapatinya
lebih dekat satu jengkal kepada desa orang-orang baik. Mungkin satu
jengkal hasil dari usaha menyorongkan dadanya pada waktu dia dalam
keadan naza', maka Malaikat rahmat mengurusinya dan dosa-dosanya yang
besar diampuni,"Katakanlah, 'Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."(QS.Az-Zumar:53).
Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis
- Luasnya rahmat Allah dengan diterimanya taubat orang-orang yang bertaubat, walaupun dosa-dosa mereka besar dan kesalahan-kesalahan mereka banyak. Oleh karena itu, orang-orang yang berputus asa kepada Allah adalah orang-orang yang tidak mengetahui tentang Allah, dan tidak mengenal luasnya rahmat Allah.
- Diterimanya taubat seorang pembunuh jika dia bertaubat dengan benar. Sebagian ulama membantah hal ini, padahal hadis secara tegas menyatakan diterimanya taubat si pembunuh, dan ini tidak hanya berlaku untuk umat-umat terdahulu saja. Hal ini didukung oleh firman Allah,"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada Hari Kiamat dan dia akan kekal dalamadzab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih."(Al Furqan:68-70). Allah telah mengecualikan orang-orang yang bertaubat dan berbuat kebaikan dari orang-orang yang dilipatgandakan adzabnya (kalangan orang-orang musyrik, para pembunuh, para penjahat, dan para pezina).
Akidah Ahlus Sunnah menyatkan bahwa semua dosa selain syirik mungkin
untuk diampuni. Jika Allah berkehendak, maka Allah mengadzab pelakunya.
Dan jika Allah berkehendak maka Allah mengampuni pelakunya.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengmpuni dosa syirik, dan Dia megampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, barangsiapa yang
dikehendaki-Nya."(An-Nisa:48)
- Hendaknya seorang alim membimbing orang-orang yang bertaubat kepada amalan-amalan yang memantapkan iman di hati dan membebaskan mereka dari keburukan yang mereka lakukan, sebagaimana si alim ini menunjukkan laki-laki yang ingin bertaubat tersebut agar menianggalkan desanya kepada suatu kaum yang shalih untuk beribadah kepada Allah bersama mereka.
- Keunggulan oang alim di atas ahli ibadah. Si allim ini menjawab dengan ilmu, sementara si rahib menjawab dengan ngawur.
- Para Malaikat yang ditugaskan kepada bani Adam, bisa jadi ijtihad mereka dalam menentukan hukum berbeda. Bisa jadi mereka mangangkat masalah tersebut kepada Allah agar perkara yang mereka selisihkan bisa diputuskan.
- Allah mengkhususkan kelompok Malaikat yang menangani roh orang-orang mukmin ketika roh mereka dicabut, yang dikenal dengan Malaikat rahmat. Dan malaikat yang mengurusi nyawa orang fasik yang zhalim disebut Malaikat adzab.
- Kemampuan Malaikat untuk menjelma dalam wujud manusia seperti yang dilakukan oleh Malaikat yang menjadi hakim antara malaikat rahmat dan Malaikat adzab.
- Keutamaan bani Adam di mana Allah mengutus malaikat dalam wujud Bani Adam sebagai hakim di antara mereka.
- Seorang alim yang tidak menduduki kursi pengadilan tidak wajib menegakkan hukum Allah atas pelaku kejahatan. Laki-laki ini mengakui di depan orang alim itu bahwa ia telah membunuh seratus orang- tetapi si alim itu tidak memenjarakannya, tidak menyelidiki perkaranya, akan tetapi dia menyarankannya untuk bertaubat dan berhijrah.
Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih
Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa,
terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 278-28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar