TETAP MULIA WALAU TERUS DIHINA
Abu Hafizh Al Bukhari
إِنَّا لَنَنصُرُ
رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ
الْأَشْهَادُ ﴿٥١﴾ يَوْمَ لَا يَنفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ
اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ ﴿٥٢﴾
“Sesungguhnya Kami
menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia
dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (yaitu) hari yang tiada berguna
bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah la`nat dan bagi
merekalah tempat tinggal yang buruk.” (QS. Ghafir : 51-52)
Di penghujung tahun
2012 lalu, masih segar dalam ingatan kita ulah Sam Bacile seorang
sutradara film dari negeri Paman Sam
membuat film The Innocence of Muslim yang isinya benar-benar
melecehkan Nabi Muhammad. Film yang diperkirakan menghabiskan US$ 5 juta (Rp.
47,9) akhirnya menuai protes dari berbagai negara. Begitulah para pembenci
Rasulullah akan senantiasa ada dari masa ke masa, silih berganti menghiasi
lembaran-lembaran sejarah peradaban Islam. Substansi yang dibawa sama yaitu
mencitrakan Rasulullah dalam sudut pandang yang negatif, tetapi dimainkan
dengan pemain-pemain yang berbeda. Diawal-awal kemunculan Islam ada tokoh-tokoh besar pembenci Nabi seperti
Abu Jahal, Abu Lahab, Umayyah bin khalaf dan lain-lain, sebagian tokoh
mereka ada yang membenci di awal-awalnya namun happy ending dengan
keislaman dan tidak sedikit pula yang mati tetap dalam kekafiran. Kemudian
beberapa dasawarsa sebelum abad kedua puluh
berakhir ada Salman Rushdi dengan novelnya The
Satanic. Akhir September 2005
majalah Jylland-Posten di Denmark memuat 12 karikatur buatan Kurt
Westergaard yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai teroris dan gila wanita.
Adalagi Geert Wilders dari Belanda dengan film Fitnah-nya. Dan masih
banyak lagi.
Demikianlah
kebencian yang diarahkan kepada Rasulullah. Sungguh keji perbuatan mereka, tapi
sebenarnya kebencian yang mereka tampilkan belumlah seberapa dibanding dengan
yang tersembunyi dalam hati mereka.
قَدْ بَدَتِ
الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ﴿١١٨﴾
Telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih
besar lagi. (QS. Ali Imran : 118)
Lantas apa
sebenarnya makna dari “pertolongan Allah di dunia” dalam ayat di
atas? Mengapa pula Nabi
kita sampai terhina sedemikian rupa hingga saat ini? Lebih jauh, mengapa pula
pada zaman dahulu, para nabi tetap mendapat hinaan,
bahkan pengusiran, penyiksaan dan bahkan pembunuhan? Padahal Allah telah
berjanji menolong mereka?
Semua pertanyaan ini
wajar muncul bila persepsi “pertolongan Allah di dunia” senantiasa tergambar
dalam bentuk keajaiban-keajaiban. Semisal diutusnya malaikat untuk menolong
nabi yang sedang dalam bahaya,
menggigilnya musuh-musuh nabi seperti yang terjadi pada Abu Jahal yang melihat
‘monster’ unta ketika hendak mencelakakan nabi, atau matinya para pembenci nabi
secara tiba-tiba akibat penyakit aneh, disambar kilat atau lain sebagainya.
Namun, hal ini bisa lebih kita nalar jika dipersepsikan secara lebih mendalam.
Pertolongan dari Allah dan kemenangan bukanlah semata-mata pertolongan sekejap,
tapi kemenangan yang benar-benar telak.
Di dalam tafsirnya,
Imam Ibnu Katsir menjelaskan maksud surah Al Ghafir ayat 51 ada dua, pertama,
pemberitahuan secara umum bahwa sebagian besar Rasul mendapat pertolongan dari
Allah di dunia secara langsung. Tapi sebagian kecil memang ada yang tidak.
Kedua, pertolongan atas musuh diberikan baik yang bisa mereka saksikan atau
tidak atau bahkan baru diberikan setelah para rasul wafat. Pertolongan dan
kemenangan Nabi Muhammad misalnya, tidak serta merta didapat pada saat siksaan
sedang berat-beratnya di Makkah, tapi setelah beliau berada di Madinah barulah
pertolongan itu hadir.
Imam As Saadi
mengatakan, “Setiap kali ada
nabi yang diutus lantas dibunuh oleh kaumnya, atau ada orang-orang mukmin yang
dibunuh, pasti setelah masa itu berlalu, Allah akan mengutus orang-orang mukmin
yang menuntut balas atas darah mereka. (Tafsir Ibnu Katsier VII/151)
Jadi hendaklah
keyakinan tetap harus tertanam, manakala terjadi kasus penghinaan terhadap Nabi
pasti Allah akan menolong. Pertolongan Allah bisa bermacam rupanya, bisa jadi
dalam bentuk semakin terhinanya orang-orang kafir atau justru semakin bertambah
banyak orang-orang yang masuk Islam. Terhina karena tidak sedikit yang menilai
bahwa perbuatan menghina suatu agama adalah perbuatan menjijikan dan bodoh.
Penilaian-penilaian ini datang bukan hanya dari Islam saja, tapi dari berbagai
kalangan. Sehingga jika kaum muslimin tetap berpikir jernih dan tidak
terpancing membalas ejekan dengan ejekan, niscaya ini akan sangat menguntungkan
bagi kaum muslimin. Karena dukungan simpati pasti akan terus datang.
Bagi nabi sendiri,
tiadalah akan mengurangi kemuliaan beliau walau sebanyak apapun hinaan dan
ejekan ditujukan kepada beliau. Beliau akan tetap masuk surga, dicintai Allah,
aliran shalawat dan salam terus mengalir kepada beliau sehingga ragam hinaan di
dunia hari ini tidak sedikitpun akan
mempengaruhi kemuliaan beliau di sisi Allah.
Ada catatan penting
yang harus diambil hari ini, siapa sebenarnya pihak yang tercoreng mukanya saat
Islam atau nabi Muhammad dihina sedemikian rupa? Tidak lain jawabannya adalah
diri kita. Hinaan itu menunjukkan kelemahan ummat dan hilangnya wibawa ummat
Islam di mata orang-orang kafir. Tanpa rasa gentar, mereka mengolok-ngolok
junjungan kita, menghina teladan kita dan tertawa girang karena perbuatan
mereka dilindungi kekuatan kufur. Benarlah siratan Rasulullah dalam sebuah
haditsnya yang menggambarkan kondisi ummat beliau di akhir jaman bak makanan
yang terhidang di atas meja, dicabik-cabik orang-orang yang merubunginya
tanpa bisa sedikitpun mempertahankan diri. Laksana buih yang terombang-ambing
di lautan
disebabkan terkena penyakit cinta dunia dan takut mati (al Wahn).
Sebuah tantangan terpampang
di depan mata dari musuh-musuh Islam, yang semestinya menyadarkan kaum muslimin
agar segera bersatu menyambutnya. Musuh Islam sudah jelas, yaitu kebatilan dan
kekufuran yang dilindungi oleh penguasa zalim. Memfokuskan perjuangan untuk
menegakkan Islam, menyatukan langkah dalam dakwah dan jihad adalah keharusan
yang tidak bisa ditawar. Rangkaian kasus pelecehan akan terus terjadi bila
supremasi Islam tak dibangun. Apabila kita masih belum mampu bangkit,
kondisinya akan tetap sama dengan hari ini. Kita hanya bisa sakit hati,
memendam marah. Tidak ada aksi yang bisa mengobati luka hati kaum mukminin dan
menghilangkan marah di hati mereka.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar