HIDUP MULIA SEPANJANG MASA
Abu Hafizh Al Bukhari
|
Tinggi dan mulia, begitulah kira-kira
Al-Qur’an melukiskan Islam ini.
Kedudukan Islam jauh di atas
syariat-syariat lain dan bahkan mengungguli berbagai keyakinan apapun yang ada
di dunia ini. Meskipun ummatnya sedang terpuruk, atau dikalahkan oleh musuhnya
tak berarti bahwa Islam menjadi rendah.
Allah Swt berfirman yang artinya, “Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (QS. Ali Imran : 139)
Ayat ini turun setelah
perang Uhud. Pada waktu itu, kaum muslimin diselimuti duka setelah mengalami
kekalahan perang. Secara psikologis mereka terpukul dengan syahidnya 70 orang
sahabat. Yang lebih menyakitkan lagi, hal itu terjadi karena sekelompok pasukan melanggar perintah Nabi
Saw. Tidak hanya seluruh pasukan yang berduka, melainkan kota Madinah pun
juga menjadi kelabu. Lalu Allah menghibur seluruh kaum muslimin dengan
menurunkan ayat ini sebagai motivasi dan pengangkat ruhiyah kaum muslimin.
Sehingga apapun yang terjadi kaum muslimin tetap berada di atas kemuliaan.Konsep
mulia di dalam Islam tidaklah
dipandang dari sudut keduniawian belaka.
“Kekuatan itu hanyalah
bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang
munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al Munafiqun : 8)
“Kabarkanlah kepada
orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu)
orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kemuliaan kepunyaan Allah. “ (QS. An
Nisa’: 138-139)
Allah telah mengeluarkan
orang-orang yang beriman dari kehinaan dengan diutusnya Muhammad, Rasulullah Saw. Kehadirannya membawa ajaran tauhid yang benar. Sehingga mampu menjadikan mata yang buta
menjadi terbuka, telinga yang tuli menjadi mendengar dan membuka hati yang
terkunci mati. Dengannya pula Allah menunjuki orang yang sesat, memuliakan
orang yang hina, menguatkan orang yang lemah, serta menyatukan orang dan
kelompok setelah bercerai-berai dan bermusuhan. Kemudian Rasulullah
mempraktikan Islam secara menyeluruh dengan istiqomah sampai akhir hayatnya.
Menanamkan nilai dan moral yang luhur seperti bersikap sopan, disiplin, tepat
waktu, hemat, tawadhu’, bertindak efektif-efisien, menunaikan amanah dan
belajar yang tidak pernah berhenti.
Jika kita telisik
kembali sejarah kenabian, dahulu bangsa Arab termasuk bangsa yang jauh dari
peradaban maju. Bahkan antar kabilah tak pernah akur dan saling bersaing. Tapi,
Rasulullah Saw telah berhasil mengubah wajah suram mereka menjadi wajah yang
diterangi dengan Islam. Dari bangsa yang terpinggirkan menjadi bangsa yang
disegani dan berkuasa selama
beraba-abad. Benarlah apa yang dikatakan Umar bin Khattab RA, “Kami adalah kaum
yang Allah Swt muliakan dengan Islam. Jika kami mencari kemuliaan dengan selain
Islam, Allah Swt akan menghinakan kami.” Rasulullah Saw bersabda :
الإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلا يُعْلَى عَلَيْهِ
“Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandinginya.” (HR. Baihaqi
dan Daruqutni, hasan menurut Syaikh Albani)
Sebagai diin yang mulia, Islam menerapkan syariat yang
menjaga posisi ummatnya lebih tinggi dari orang-orang kafir. Misalnya, Islam
melarang seorang pria non muslim menikahi muslimah. Dalam perjanjian antara
muslim dan
non muslim, pihak
musuh tidak boleh memberikan syarat yang merugikan orang Islam. Bahkan, orang
non muslim dilarang menyebarkan dakwahnya di negeri Islam dan lain-lain.
Inilah syariat Allah yang agung. Ajaran
Rasulullah Saw yang mulia. Sehingga kemenangan dan kemuliaan akan terealisasi bagi orang atau kaum yang mengamalkannya sebagai sunnatullah yang pasti terjadi. Allah Swt
berfirman : ”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An
Nur : 55)
Kekuatan inti ummat Islam ada pada
konsistensi menjaga ajaran diennya. Bahkan kehidupan bahagia dan makmur akan
berubah menjadi kehidupan yang menghinakan manakala kita meninggalkan syariat
Allah disebabkan kebodohan atau kesombongan yang kita lakukan. Sebagaimana
firman Allah Swt. “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat
Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An Nahl : 112).
Dengan kata lain kufur kepada Allah Swt akan menjadi sebab utama kekalahan.
Sebagaimana pula hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar beliau mendengar
Rasulullah Saw bersabda :
إذَا تَبَايَعْتُمْ بِاْلعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ اْلبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ اْلجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَايَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلىَ دِيْنِكُمْ
“Jika kalian berjual beli dengan
akad ‘iynah (riba), mengambil ekor-ekor sapi, kalian mencintai pertanian dan
kalian meninggalkan jihad di jalan Allah, Allah akan timpakan kepada kalian
kehinaan yang tidak akan diangkat, sampai kalian kembali kepada agama kalian
(HR. Abu Daud, Thabrani dan Baihaqi)
Inilah masalah ummat Islam hari ini yang memang tidak
bisa dianggap sederhana, karena sangat komplek bak benang kusut yang susah
terurai. Barangkali inilah jawaban mengapa Islam mundur dan tertinggal dari
Barat? Dan pastinya, faktor utama kegagalan ummat Islam ada pada ummat Islam
itu sendiri. Oleh karenanya saatnya kembali kepada kemuliaan yang telah
dijanjikan Allah dan Rasulnya dengan kembali mengamalkan syariat Allah dan
mencontoh prilaku kehidupan Rasulullah dalam mengamalkan Islam. Karena Rasul
adalah contohan pasti,
serta cermin yang tak pernah retak sepanjang zaman. Semoga kita bisa. (Abu Hafizh Al Bukhori)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar