Jumat, 21 Juni 2013

Jujur


Manisnya Buah Kejujuran

Kejujuran bukanlah sesuatu yang bersifat kondisional. Ia adalah sesuatu yang menghunjam di dasar hati. Inti kejujuran adalah engkau berkata jujur di wilayah yang jika seseorang berkata jujur, ia tidak akan selamat kecuali berdusta. (al-Junayd bin Muhammad)
Hati para wanita yang ditinggal oleh para sahabat yang berangkat ke medan Tabuk harap-harap cemas. Sebab pasukan yang bisa jadi mereka hadapi kini adalah pasukan Bani Ashfar, salah satu dari dua kekuatan super power saat itu.
Hati Ka’ab bin Malik juga gelisah. Tetapi tidak seperti kegelisahan para wanita Madinah. Ketidakberangkatannya kali ini adalah yang pertama sejak dia tertinggal dalam perang Badar. Dia telah tergoda oleh hawa nafsunya. Saat para sahabat berkemas-kemas untuk berangkat ke medan Tabuk, dia mengunci diri di dalam rumahnya. Ini musim buah-buahan dan pepohonan rindang menenteramkan, pikirnya. Ketika semua pasukan telah berangkat, barulah Ka’ab keluar rumah. Tak ada lelaki yang dijumpainya selain orang-orang yang tampak jelas kemunafikannya dan orang-orang lemah yang tidak memiliki kemampuan untuk berperang. Hati Ka’ab semakin gelisah.

Berobat Pada yang bukan mahrom


Berobat pada DOKTER yang bukan mahrom

Pertanyaan.
Asaalamu’alykum wr,wb.
Ustadz,ana ingin bertanya tentang bagaimana hukum jika seseorang berobat pada dokter yang bukan mahromnya,saya adalah seorang akhwat yang punya penyakit dan dokter yang mengobati saya adalah dokter laki-laki.syukron atas jawabannya.jazaakumullah khoiron katsiron.
                                                                                                                                Ukhti risah,di bumi Allah
Jawab:
Wa’alaykumussalam wr,wb.
Alhamdulillah,kami ucapkan  terima kasih sebelumnya atas pertanyaan ukhti yang telah sampai ke meja redaksi.
Di zaman ini,Banyak memang wanita yang belum faham dengan islam dengan mudahnya memperlihatkan aurotnya pada seorang dokter laki-laki,sebagian beralasan karena kebutuhan pengobatan,sebagian lagi beralasan karena mayoritas dokter adalah laki-laki.
Islam sebagai dien yang sempurna,tentu sudah mengatur hal ini.islam sangat tegas bila sudah menetapkan suatu larangan,tapi juga akan memberikan rukhsoh(kemudahan) bila hal tersebut dalam kondisi darurat.Tentunya darurat menurut syari’at,bukan menurut hawa nafsu manusia.
Dengan tegas syari’at telah menetapkan bahwa seorang laki-laki dilarang melihat aurat  wanita  dan    wanita juga dilarang melihat aurat laki-laki.(QS.an-nuur:30).

Shaum tapi tdk sholat


Pertanyaan
 Ustadz saya mau Tanya, bagaimana jika ada orang melakukan shoum(puasa) tapi tidak sholat  wajib ? atas jawabannya saya ucapkan, jazaakumullah khoiron katsiron,semoga majalah fajar islam senantiasa bisa lebih baik lagi.
  
Jawab
Syukron atas pertanyaanya, sudah menjadi maklum bahwa setiap muslim wajib menunaikan yang diwajibkan oleh Allah SWT agar ia bisa mendapatkan ridho dan rahmat-NYA dan bisa menjadi Qurbah serta memperoleh pahala yang lebih baik lagi. tentunya kadar pahala orang yang melaksanakan  perintah Allah dengan menyeluruh dan kadar pahala orang yang melaksanakan perintah Allah tidak sempurna tentunya juga berbeda.dengan begitu ikatan dirinya dengan Allah semakin kuat. Hanya saja memang tidak  ada sangkut

Adab Seputar Shaum


ADAB-ADAB BERSHAUM
Bagi orang yang hendak bershaum maka hendaklah ia melakukan hal-hal berikut ini :
1.      SAHUR

عَن أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

“Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bersahurlah kalian, karena didalam sahur ada barakah". (Muttafaqun Alaih, Fathul Bari (1923), Muslim (7095))

Dalam riwayat yang lain disebutkan: “bersahurlah kalian meskipun hanya dengan seteguk air”

Marah


Jangan Marah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، أَوْصِنِي، فَقَالَ: «لاَ تَغْضَبْ» ثُمَّ رَدَّدَ مِرَارًا، فَقَالَ: «لاَ تَغْضَبْ»
 Dari Abu hurairah ra, ia berkata: “Seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW, kemudian ia berkata: ‘Wahai Rasulullah SAW! Berilah wasiat kepada saya. “Rasulullah SAW bersabda : ”Jangan marah!” kemudian lelaki itu mengulang-ulang permintaannya.  Rasulullah SAW tetap menjawab: “Jangan marah!” (HR. Bukhori)

Lelaki ini mengira bahwa wasiat  “Jangan marah” adalah wasiat terhadap perkara juz’I (kecil). Sementara ia mengharap agar nabi Muhammad saw agar member wasiata yang kulliy (mencakup keseluruhan). Karena itu, ia mengulangi permintaannya. Ketika Nabi saw memberinya wasiat yang sama,dia menjadi mengerti bahwa wasiat “jangan marah” adalah ucapan yang jami’ (parkataan yang singkat,tapi maknanya luas) memang seperti itulah kenyataannya. Sebab sabda Nabi saw  “jangan marah” menandung dua perkara yang sangat besar.

Terus Bersemangat


SEMANGAT YANG TIADA HENTI

Dikisahkan dalam “Qashash Mumayyizah” oleh Syaikh Ibrahim Bubastit bahwasannya disebuah kampung sebelah barat kerajaan Saudi Arabia terjadi satu peristiwa yang unik dan menarik untuk dijadikan pelajaran dan penyemangat hidup. Beliau menuturkan,
“Kami memasuki kampung itu. Tak ada tanda-tanda sentuhan kemodernan. Sebuah kampung terpencil dengan pola bangunan yang sederhana. Kami menelusuri  tanjakan jalan menuju masjid di kampung itu. Hingga sampailah kami di masjid yang kami tuju. Sebuah masjid tempat dimulainya kisah ini.
Tatkala kami sampai di masjid, kami dapati di sisi depan pintu terdapat batu besar yang di ikat dengan sebuah tali. Tahukah anda, tali apakah itu? Satu ujungnya terikat dibatu sementara ujung tali yang lain memanjang dan tidak kelihatan ujungnya  karena jauh.
Kami mulai menyusuri tali tersebut untuk mencari tahu, samapai di mana ujung tali yang satunya. Cobalah Anda terka, dimanakah ujung tali ini berakhir? Tali itu terhampar memanjang di  atas tanah. Setelah kira-kira enam menit kami mengikuti arah tali tersebut dengan mobil, Subhanallah, kami temukan tempat di mana ujung tali itu berakhir.

Menipu Diri


MERUGI TIADA HENTI
AKIBAT MENIPU DIRI SENDIRI

بَلِ الْإِنسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ ﴿١٤﴾ وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ ﴿١٥﴾
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri,  meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al Qiyamah : 14-15)
Tiadalah sesuatu yang paling berharga dalam diri seseorang melainkan hidayah yang telah Allah berikan kepadanya. Bila ia tetap mensyukurinya dengan amal shaleh niscaya bahagia dan selamatlah ia. Namun bila hidayah itu disia-siakan bahkan hilang dari dirinya disebabkan kesombongan niscaya hidup terasa hampa dan hina. Teringat satu kisah yang dinukil dari kitab Uyunul Atsar, Imam Az Zuhri mengisahkan, Abu Jahal, Abu Sufyan dan Akhnas bin Syariq secara sembunyi-sembunyi sering mendatangi rumah Nabi SAW di malam hari. Masing-masing mengambil posisi yang tidak diketahui satu sama lain untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat al Qur’an yang dibaca Rasulullah SAW dalam shalatnya.  Hingga ketika Rasulullah SAW usai melaksanakan shalat, mereka bertiga memergoki satu sama lainnya di jalan. Mereka bertiga saling mencela dan membuat kesepakatan untuk tidak kembali mendatangi rumah Rasulullah SAW.
Namun pada malam berikutnya, ternyata mereka tidak berdaya menahan gejolak jiwa untuk menikmati kembali lantunan ayat-ayat al Qur’an. Mereka bertiga kembali ke tempat yang sering mereka duduk untuk mendengarkan ayat-ayat al Qur’an, masing-masing mereka menyangka bahwa yang lain tidak akan datang ke rumah Rasulullah SAW lagi di sebabkan janji yang telah di ikrarkan. Namun, ketika Rasulullah SAW usai melaksanakan shalat, mereka pun selalu memergoki yang lainnya di jalan. Dan terjadilah saling cela sebagaimana terjadi pada malam-malam sebelumnya.
Kejadian ini terus berulang di setiap malamnya namun masing-masing tetap dalam kecongkakan dirinya.

Ramadhan Karim


RAMADHAN
BULAN IBADAH PENUH TARBIYAH

Tak terasa setahun sudah sejak berakhirnya senja Ramadhan 1433 H dan kini Ramadhan kembali menyapa kita. Banyak ragam sikap dan cara manusia saat menyambut kedatangannya. Ada yang bergembira, ada yang biasa-biasa saja dan ada juga yang sedih dengan kedatangannya.
Bagi generasi salaf, Ramadhan adalah kesempatan emas untuk mendulang sebanyak mungkin keutamaan-keutamaan yang terkandung didalamnya. Ini terlihat dari kesungguhan mereka mengisi Ramadhan. Mereka bercita-cita meraih target yang dicanangkan, yaitu takwa. Ini adalah modal utama memperoleh pertolongan Allah SWT. Dalam sebuah hadits, Aisyah Ra bercerita bahwa Nabi SAW jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya serta bersungguh-sungguh dalam beramal (HR. Muslim).
Imam Nawawi menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan tidak tidur demi untuk melaksanakan shalat dan ibadah lainnya. Ibnu Atsir Al Jazari dalam Nihayah Gharib Al Hadits  juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan malam adalah terjaga di malam hari untuk beribadah dan menyedikitkan tidur.
Ramadhan Para Salaf Shalih
Sebagai generasi terbaik yang amat dekat dengan Rasulullah SAW, mujahadah para salaf dalam beribadah tidaklah jauh dengan apa yang diamalkan oleh Rasulullah, apalagi dalam mengisi bulan suci Ramadhan.
Aswad bin Yazin An Nakha’i adalah tabiin ahli ibadah. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah menyebutkan bahwa Ibrahim An Nakha’i telah berkata : “Aswad mengkhatamkan Al Qur’an di bulan Ramadhan dalam dua hari, dia hanya tidur antara maghrib dan Isya dan dia menghatamkan al Qur’an diluar Ramadhan dalam enam bulan.