Kamis, 14 Maret 2013

Dengan Ilmu

Mengikuti Orang Lain Tanpa Ilmu Adalah Kejahatan

Pernahkah Anda mengikuti pendapat orang lain dan mempercayainya, padahal Anda sebenarnya tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang itu? Bila persoalannya menyangkut hak orang lain, tentu lebih berbahaya akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman terkait persoalan ini:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Al-Isra`: 36)

Selektif Berkata dan Berbuat
 
Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna ayat di atas ialah Allah Ta’ala melarang ucapan yang tidak didasari ilmu. Yaitu hanya berlandaskan dugaan yang merupakan perkiraan dan terkaan-terkaan pikiran (khayalan) belaka. Allah berfirman, “Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah

Perbuatan Rasul

PERBUATAN RASULULLAH

Banyak umat Islam, bahkan di kalangan para aktifis muslim, yang tidak memahami secara utuh tentang perbuatan Rasulullah saw. Mereka menganggap bahwa setiap yag dikerjakan oleh Rasulullah saw wajib atau disunnahkan untuk diikuti. Padahal kalau kita kaji secara seksama masalah tersebut, ternyata para ulama merincinya dan sampai pada kesimpulan bahwa tidak setiap apa yang dikerjakan oleh Rasulullah saw, kita serta harus mengikutinya, baik yang bersifat wajib maupun sunnah.
Tulisan di bawah ini, walaupun masih bersifat global dan tidak terperinci, tapi mudah-mudahan memberikan pencerahan bagi kita semua. Pada awalnya tulisan ini adalah transkip dari pelajaran yang disampaikan penulis kepada para mahasiswa dan mahasiswi pada tanggal 11 Mei 2010 di Pesantren Tinggi Isy Karima program S1 untuk Tahfidhul Qur’an dan Dirasat Islamiyah, Tawangmangu, Karang Anyar, Surakarta, Jawa Tengah.
Perbuatan Rasulullah saw bisa dibagi menjadi tiga :

3 Jalan Keselamatan


3 Jalan Keselamatan

Suatu hari ada seorang sahabat ('Uqbah bin 'Aamir) datang kepada rasulullah saw dan bertanya :
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ  ؟
"Wahai rasulullah apa yang bisa membuat diriku tenang, tentram, enjoy, serta selamat baik dunia maupun akhirat ?"
قَالَ أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ
Rasulullah saw menjawab : "(Amsik 'alaika lisanak) Jagalah lisanmu, (Walyasa'ka baituk) luaskanlah rumahmu, (Wabki 'ala khathi'atik) dan tangisilah perbuatan salahmu." (Diriwayatkan Turmudzy)
Dari hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jalan, manhaj, konsep, cara agar seseorang itu selamat sehingga merasa tenang, tentram, dan tuma'ninah dalam menghadapi segala permasalahan ada tiga perkara :
      1.      Menjaga lisan.
Lisan itu bagaikan kuda, keduanya bisa mencelakakan dan bisa menyelamatkan pemiliknya. Hingga kemudian apabila seorang faaris (penunggang kuda) sembarang naik tanpa mengetahui kaifiyah (cara) mengendalikan tunggangannya maka ia akan mudah terlempar jatuh dari kudanya tadi. Begitu pula lisan, jika seseorang sembarangan dalam menggunakan lisannya tanpa ada kendali niscaya ia akan mengalami banyak kekeliruan dan kesalahan